UNAIR NEWS – Dalam mengenal multikulturalisme, Bangladesh merupakan salah satu contoh negara yang menarik untuk dibahas. Negara ini termasuk salah satu negara yang menjunjung tinggi multikulturalisme. Untuk itu, pada Kamis (25/05/2023) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menggelar kuliah tamu bertajuk Multikulturalisme di Bangladesh. Narasumber yang hadir adalah Prof Dr Syed Mizanur Rahman, seorang profesor dari Departemen of Journalism, Media, and Communication, Daffodil International University.
Pada pembahasan awal, Syed memulai dengan penjelasan apa itu multikulturalisme. Ia menjelaskan bahwa multikulturalisme adalah ko-eksistensi dari beragam budaya, ketika budaya mencakup kelompok ras, agama, atau budaya dan mewujud dalam perilaku adat, asumsi budaya dan nilai-nilai, pola berpikir, dan gaya komunikatif.
Syed menjelaskan pentingnya multikulturalisme. “Dengan banyaknya perbedaan yang ada dalam masyarakat, multikuralisme merupakan pembahasan yang sangat penting. Karena nantinya multikulturalisme ini akan berpengaruh ke ekonomi hingga politik suatu negara,” ungkap Syed.
Untuk memudahkan peserta memahami multikulturalisme, Syed menambahkan penjelasannya dengan analogi salad. “Kita semua berasal dari latar belakang yang berbeda, kemudian dipersatukan oleh kesamaan tempat tinggal. Hal ini seperti salad. Salad merupakan kombinasi yang berbeda ketika dipersatukan menjadi hal yang lebih lezat dan enak,” jelas Syed.
Syed kemudian mengatakan alasannya membahas Bangladesh sebagai wujud multikulturalisme. Ia mengatakan bahwa sama seperti Indonesia, Bangladesh merupakan salah satu negara yang memiliki corak demografik multikulturalisme tinggi. Dari beragam perbedaan yang ada inilah masyarakat bisa berkembang dengan belajar satu sama lain.
Ragam Festival
Syed kemudian mengenalkan wujud multikulturalisme yang ada di Bangladesh. Salah satunya terlihat dari ragam festival yang menganut multikulturalisme.
Menjadi acara tahunan, Bangladesh memiliki The Bangla New Year. Terdapat contoh multikuralisme ketika orang-orang dari negara dan budaya yang berbeda sangat boleh mengikuti acara ini. Kemudian, terdapat Dhaka International Film Festival. Melalui acara ini, masyarakat dapat menonton berbagai film dari budaya berbeda.
Lalu, ada Book Fair Bangladesh. Orang-orang dari berbagai negara seperti India dan Pakistan setiap tahunnya ikut datang. Acara ini berlangsung selama satu bulan dengan menampilkan keberagaman Bangladesh. Kemudian, The Kite Flying Festival. Acara ini sangat populer di Bangladesh. Konsepnya mengusung menghargai sesama walaupun seseorang itu dari negara yang berbeda.
Sselain itu, masih banyak festival lain yang terdapat di Bangladesh. Syed mengatakan bahwa semua masyarakat ikut bersuka cita tanpa memandang perbedaan ketika ada festival besar di Bangladesh.
“Bangladesh bisa menjadi contoh bagaimana cara masyarakat hidup damai. Karena masyarakat Bangladesh memahami multikulturalisme, dimulai dari edukasi dari rumah,” ungkap Syed mengakhiri. (*)
Penulis: Shafa Aulia Ramadhani
Editor: Binti Q. Masruroh