Universitas Airlangga Official Website

Mengenal Jenis Penyakit Stroke dan Gejalanya

Yudhi Adrianto dr SpS (K) FINR FINA saat memaparkan materi bertajuk “Acute Ischemic Stroke: Detection and Recent Treatment.” (Foto: Istimewa)
Yudhi Adrianto dr SpS (K) FINR FINA saat memaparkan materi bertajuk “Acute Ischemic Stroke: Detection and Recent Treatment.” (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Penyakit stroke terjadi akibat terhambatnya aliran darah menuju otak. Menurut Yudhi Adrianto dr SpS (K) FINR FINA, dosen neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR), kondisi inilah yang menyebabkan cedera fokal akut pada sistem saraf pusat hingga dapat berujung kematian.

“Otak manusia memiliki total neuron mencapai miliaran, tetapi ketika penderita mengalami stroke maka akan mengganggu fungsi otaknya,” kata dr Yudhi saat menjadi narasumber Webinar Neuroscience 1 gelaran Rumah Sakit UNAIR, Minggu (2/6/2023).

Jenis Penyakit Stroke

Lebih lanjut, dr Yudhi menjelaskan penyakit stroke terjadi karena penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak baik intracerebral hemorrhage (ICH) maupun subarachnoid hemorrhage (SAH). Secara umum, ia menyebut ada tiga jenis stroke. Kasus paling banyak adalah stroke iskemik sebesar 88 persen, stroke hemoragik yakni ICH 10 persen dan SAH 2 persen.

Stroke iskemik, sambungnya, juga terbagi atas stroke emboli dan stroke trombotik. “Stroke iskemik atau stroke sumbatan adalah kerusakan jaringan otak pada infark fokal serebral, medulla spinalis, dan retina,” ujar konsultan neurovascular itu.

Gejala dan Diagnosis

Kelumpuhan merupakan salah satu gejala yang identik dengan penyakit stroke. Gejala lain menurut dr Yudhi di antaranya wajah terkulai, genggaman melemah, kesulitan berbicara, dan nyeri kepala saat beraktivitas.

“Semua orang bisa mendiagnosis stroke sebab tandanya mudah sekali. Misalkan kita menemukan tanda-tanda merot, kemudian semua tanda kelumpuhan separuh itu berkaitan dengan kerusakan otak,” tuturnya.

Ia menambahkan, diagnosis bagi pasien stroke melalui evaluasi klinis stroke fokal. Selanjutnya, ditunjang vital sains dengan pengukuran tekanan darah hingga evaluasi neuroimaging berupa Computed Tomography Scan (CT Scan) untuk memeriksa perdarahan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

“Pasien stroke wajib melakukan emergency brain imaging yang paling direkomendasikan yaitu Non-Contrast CT (NCCT). Sedangkan, MRI juga bisa berguna tapi membutuhkan waktu yang lebih lama. Biasanya MRI kita gunakan kalau memerlukan analisis imaging lebih dalam,” terang dr Yudhi.

Dokter spesialis saraf itu mengatakan, ketepatan dan kecepatan diagnosis menjadi kunci utama dalam menangani penyakit stroke. Hal tersebut karena penetapan diagnosis setiap kasus stroke akan berbeda terlihat dari analisis klinis dan neuroimaging.

Pada akhir, dr Yudhi menyebut dukungan oksigen hanya diberikan bagi pasien dengan stroke akut yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar yang menyebabkan kesulitan bernapas. Selain itu, oksigen tambahan tidak dianjurkan pada pasien non-hipoksia dengan Arterial Ischemic Stroke (AIS)

Penulis: Sela Septi Dwi Arista

Editor: Khefti Al Mawalia