UNAIR NEWS – Sebagai indra penglihatan, mata merupakan organ tubuh manusia yang sangat penting. Gangguan pada fungsi mata dapat menimbulkan masalah serius sebab berpotensi menghambat produktivitas seseorang.
Mengacu data World Health Organization (WHO), low vision menjadi gangguan penglihatan dengan jumlah penderita lebih besar dibandingkan kebutaan. Di Indonesia, terdapat sekitar 210 ribu anak usia 0 hingga 15 tahun yang mengalami low vision.
Menanggapi itu, Ria Sandy Deneska dr SpM(K), spesialis mata konsultan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) menjelaskan low vision berbeda dengan kebutaan. Low vision berarti hilangnya sebagian penglihatan seseorang dimana ia masih dapat melihat cahaya, bentuk suatu benda, angka, dan huruf secara terbatas.
“Buta total itu sama sekali tidak bisa melihat, tetapi kalau low vision masih ada sisa penglihatan kurang atau sama dengan 6 per 18. Jika orang normal bisa melihat jarak pada 18 meter, maka penderita harus maju 6 meter untuk melihat objek yang sama,” kata dr Ria dalam program Dokter Edukasi, Jumat (3/3/2023).
Ia juga menyebut penderita low vision yang paling rendah penglihatannya hanya bisa melihat persepsi cahaya. Gejala low vision ditandai dengan penglihatan menjadi buram, kesulitan melihat objek jauh, kesulitan berjalan sendiri, serta gangguan adaptasi terang-gelap.
Penyebab
Menurut dr Ria, low vision disebabkan kelainan di organ mata bagian luar maupun dalam seperti kornea yang mengalami infeksi atau peradangan, kelainan lensa, kelainan retina atau saraf mata, bahkan kelainan refraksi. Kondisi ini bukan turunan, meski penyakit retinitis pigmentosa dengan derajat keparahan dapat memicu low vision.
Diagnosis
Alumnus FK UNAIR itu menuturkan tahap pemeriksaan sebelum diagnosis penderita low vision. Tahap yang dimaksud antara lain tajam penglihatan jauh, membaca jarak dekat, sensitivitas kontras, lapang pandang, penglihatan warna, sensitivitas terhadap silau, serta penglihatan kedua mata.
“Nah, dengan diperiksanya semua fungsi penglihatan tadi kita jadi tahu masalahnya dimana. Bisa menentukan penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut karena tiap orang berbeda masalah dan penanganannya,” terang dr Ria.
Penanganan
Secara teori, ia mengungkap penderita gangguan penglihatan tidak bisa sembuh baik melalui terapi, koreksi dengan kacamata, operasi, atau pengobatan standar. Akan tetapi, sisa penglihatan yang masih ada dapat dimaksimalkan agar berfungsi normal dengan alat bantu berikut:
- Alat bantu optik seperti kacamata untuk melihat jauh, kacamata khusus membaca, kaca pembesar, teleskop monokular;
- Alat bantu non-optik memanfaatkan pencahayaan dari lampu, tongkat berjalan; dan
- Alat bantu elektronik lewat fitur perbesar pada kamera ponsel.
Pencegahan
Tips mencegah low vision dari dr Ria adalah deteksi dini apabila merasa ada gangguan penglihatan, maka segera periksakan ke tenaga kesehatan. Ia juga mengajak masyarakat untuk peduli terhadap kebutuhan penyandang low vision.
“Saya rasa kita semua nomor satu, berempati dulu pada penderita low vision ini bahwa ada orang-orang dengan kondisi tersebut. Dia tidak perlu dikasihani, tapi harus didukung supaya bisa mandiri dan berfungsi aktif di masyarakat,” tutupnya.
Penulis: Sela Septi Dwi Arista
Editor: Nuri Hermawan