Universitas Airlangga Official Website

Potensi Infeksi Schistosomiasis pada Hewan dan Manusia

Prof drh Fadjar Satrija M Sc Ph D memaparkan Morfologi S.Mekongi (Sumber: Tangkapan Layar Zoom Meeting)
Prof drh Fadjar Satrija M Sc Ph D memaparkan Morfologi S.Mekongi (Sumber: Tangkapan Layar Zoom Meeting)

UNAIR NEWS – Schistosoma menjadi salah satu infeksi parasit cacing yang masuk kedalam penyakit zoonosis yang terabaikan di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena hanya ada satu daerah endemik di wilayah Sulawesi Tengah. Untuk  lebih mengenal potensi infeksi pada hewan dan manusia, Divisi Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga menyelenggarakan kuliah tamu dengan topik “Schistosomiasis pada Hewan”. Pe,mandu acaranya adalah Aditya Yudhana drh M Si melalui platform zoom meeting pada Sabtu (20/5/2023). 

Pemateri utama, Prof drh Fadjar Satrija M Sc Ph D mengatakan Schistosoma lebih terkenal dengan nama cacing darah atau blood flukes dari Genus Trematoda yang hidup dalam saluran tubuh yang memiliki aliran darah. Beberapa jenis spesies schistosoma dapat menyebabkan Schistosomiasis zoonosis yang dapat menyerang manusia maupun sesama hewan. Namun sebagian lainnya hanya menginfeksi hewan seperti Schistosoma nasale dan Schistosoma Bovis.

“Habitat cacing Schistosoma dewasa berada dalam vena porta dan pembuluh darah saluran pencernaan maupun saluran kemih,” katanya

Upaya Pengendalian Schistosoma pada Hewan

Dosen SKHB IPB University tersebut menuturkan upaya pengendalian Schistosomiasis pada ternak dapat melalui dua upaya, yaitu pencegahan penularan dan pengobatan. Pencegahan dapat menggunakan pengandangan, penyediaan lahan gembala yang bebas dari inang antara lewat upaya pemagaran, hingga melakukan mekanisasi pertanian. Sedangkan upaya pengobatannya adalah Praziquantel.

“Pengobatan dengan Praziquantel dengan pemberian 2 kali per tahun untuk mematikan parasit dewasa dalam tubuh hewan,” tuturnya.

Infeksi Schistosoma Zoonotik di Indonesia

Indonesia masih memiliki satu daerah endemik Schistosomiasis yaitu di kawasan Indonesia bagian tengah. Infeksi tersebut menjadi masalah kesehatan masyarakat yang bermula pada pengendalian sejak tahun 1975. Untuk saat ini, prevalensi pada manusia relatif menurun namun dengan angka yang masih fluktuatif.

“Secara keseluruhan, Indonesia merupakan zona hijau (bebas, red) dari Schistosomiasis. Namun ada satu titik merah yaitu di Sulawesi Tengah pada daerah Kabupaten Sigi dan Poso,” ungkapnya

Gejala Klinis Pada Manusia

Gambaran klinis Schistosomiasis tampak nyata terutama pada penderita yang mengalami infeksi kronis. Tandanya adalah gejala inflamasi berupa demam, timbul ruam pada kaki, diare, perut membengkak.

“Pada fase kronis juga penderita akan mengalami lengan dan kaki yang sangat kurus,” ungkapnya.

Penyebaran hewan reservoir Schistosoma Japonicum di Sulawesi Tengah terdapat pada Kerbau, kuda, sapi, babi, anjing, rodensia liar, celedu, hingga rusa. Hewan tersebut merupakan agen yang membawa infeksi. Prof Fadjar menyebut sangat perlu menghindari inang perantara yang dapat menyebabkan infeksi langsung ke manusia maupun hewan yaitu siput.

“Namun, yang juga perlu hindari adalah inang perantara yaitu siput Oncomelania Hupensis yang tinggal di rawa-rawa maupun kawasan perumahan yang asalnya hutan basah,” sebutnya.

Penulis: Azhar Burhanuddin

Editor: Feri Fenoria 

Baca juga:

Seminar Online Pengendalian Penyakit Parasitik Pada Hewan

Webinar Peran Arthropoda sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit pada Hewan serta Pengendaliannya