Universitas Airlangga Official Website

Menggali Makna Multikulturalisme dalam Seminar MKSB UNAIR

Sesi pemaparan oleh Narasumber Aireen Grace Andal PhD dari Macquarie University (foto: Dok Istimewa)

UNAIR NEWS – Era globalisasi menghasilkan perbedaan budaya, bahasa, pola perilaku yang semakin kompleks sehingga memunculkan konsep multikulturalisme. Konsep tersebut menekan pentingnya hidup berdampingan di tengah banyaknya perbedaan budaya. Terkhusus bagi mahasiswa internasional yang sedang mengemban ilmu di luar negeri.

Magister Kajian Sastra dan Budaya (MKSB) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga mewadahi mahasiswa untuk belajar lebih dalam terkait multikulturalisme melalui Seminar Nasional bertajuk Multiculturalism and Education. Seminar ini terselenggara di Aula Siti Parwati pada Sabtu (05/10/2024). Seminar ini juga merupakan puncak rangkaian kegiatan kolaborasi antara MKSB UNAIR dan Universiti Malaysia Sabah

Seminar ini menggali tentang peran multikulturalisme dan pendidikan. Melalui seminar ini mahasiswa akan mendapat keterampilan yang mereka perlukan saat aktif di panggung global sebagai mahasiswa internasional. 

Satu narasumber utama, Aireen Grace Andal PhD asal Macquarie University menyampaikan bagaimana peran memori kolektif dapat menavigasi mahasiswa internasional untuk beradaptasi di negara tempat mengemban ilmu dengan hasil dari ingatanya. “Memori adalah praktik yang dibentuk oleh kebutuhan kita untuk memahami suatu momen yang ada di sekitar kita,” ujarnya. 

Aireen menambahkan kejadian yang tersisa adalah bentuk kolase atas momen-momen terfragmentasi yang selamanya akan saling berkaitan. Ia juga mengungkap ingatan kolektif bukanlah suatu yang statis “Ingatan kolektif dipengaruhi oleh intensi dan konteks. Itu bukan hanya tentang apa yang kita ingat, tetapi bagaimana kita memilih untuk mengingatnya,” pungkasnya. 

Menurut Aireen, proses membangun memori bersama seringkali melibatkan politik dan selektivitas sehingga aspek dari masa lalu yang akan manusia ingat dengan intens, sementara yang lain terlupakan. Pandangan ini memicu pola pikir kritis saat melihat peristiwa sejarah diinterpretasikan dan dijadikan bagian dari identitas budaya suatu kelompok.

Foto bersama dalam Seminar Nasional Magister Kajian Sastra dan Budaya (foto: Dok Istimewa)

Sementara itu, narasumber lain Bagus Fadhilah Apriadi M Sc dari Chulalongkorn University membahas Voices of International Students in Bangkok. Ia menggambarkan tantangan saat menjadi mahasiswa di Bangkok

Salah satu kendala terbesar yang mahasiswa internasional alami adalah kurangnya dukungan sosial dan budaya selama beradaptasi di lingkungan baru. “Mahasiswa internasional sering kali merasa terisolasi, dan perbedaan budaya dapat menjadi penghalang besar dalam kehidupan akademik dan sosial mereka,” ujarnya. 

Bagus menjelaskan bahwa sangat penting untuk memperhatikan aspek non-akademis dari pendidikan untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi mahasiswa asing. Oleh karena itu, peran universitas sangat penting dalam mendukung holistik mahasiswa asing.

“Mahasiswa internasional kadang menghadapi dilema saat kesulitan menggunakan bahasa daerah. Jadi penting banget untuk menguasai bahasa daerah di tempat kita belajar khususnya saat saya di Bangkok, semuanya jadi dapat murah,” pungkasnya.

Penulis: Sintya Alfafa

Editor: Edwin Fatahuddin