UNAIR NEWS – Mengajak mahasiswa untukbelajar di lapangan memang akan memberikan nilai lebih. Selain mengetahui kondisi yang sesungguhnya, teori yang diajarkan di ruang kelas pun dapat secara langsung dipahami. Hal itulah yang dilakukan oleh Dr. Sri Wiryanti Budi Utami, M.Si. Dosen Departemen Sastra Indonesia UNAIR tersebut mengajak mahasiswanya Praktik Kuliah Lapangan (PKL) ke masyarakat adat Samin.
Bertempat di masyarakat adat Samin yang ada di Dusun Jepang, Desa Margomulyo, Bojonegoro, dosen yang mengampu mata kuliah Analisis Wacana tersebut mengajak mahasiswanya untuk menggali wacana lokal yang ada di masyarakat Samin Bojonegoro pada hari Sabtu,(3/12)hingga Minggu, (4/12).
“Di dusun ini, sudah banyak tamu asing yang datang ke sini, mulai Belanda, Jepang, dari Afrika juga. Makanya, kalian orang Indonesia harus menggali lebih dalam wacana Samin yang ada di sini,” terang Wiryanti saat memberikan sambutan pembukaan. “Ini kita langsung datang ke sumber sejarah yang masih hidup, jadi maksimalkan kesempatan di sini,” tegasnya.
Diterima di kediaman Harjo Kardi selaku keturunan ke empat dari Samin Surosentiko (pendiri ajaran Samin), sebanyak 120 mahasiswa langsung disuguhkan film mengenai masyarakat Samin. Selain itu, Harjo Kardi yang akrab disapa mbah Harjo tersebut memberikan sedikit wawasan pembuka mengenai pola perilaku masyarakat Samin.
“Ini memang sudah menjadi kewajiban saya. Sudah banyak yang datang ke mari tanya-tanya mengenai Samin. Yang perlu diketahui bahwa Samin itu bukan tradisi, bukan agama, tapi perilaku,” paparnya. “Jika nanti dalam film yang diputar masih ada yang belum dipahami silakan tanya,” imbuhnya.
Tercatat masyarakat Samin tersebar di berbagai daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dan JawaTimur, yakni meliputi wilayah Kabupaten Blora, Ngawi, Bojonegoro, bahkan hingga Kabupaten Pati. Mbah Harjo dalam paparannya menjelaskan bahwa sejatinya Samin itu merupakan pola hidup yang diterapkan leluhurnya saat penjajahan Belanda. Namun, saat Indonesia sudah merdeka, nilai-nilai yang ada masih diteruskan hingga saat ini.
“Samin itu berarti sama-sama. Dulu para leluhur percaya bahwa kita sama-sama Jawa, sama-sama dijajah, ya harus sama-sama melawan dengan cara yang tidak menyakiti,” jelasnya.
Dalam pelaksanaan kuliah lapangan tersebut, mahasiswa juga ditugaskan untuk menggali beragam wacana yang ada di masyarakat Samin, mulai wacana politik, sikap berbahasa, demografi, hingga interaksi sosial. Wiryanti juga memberikan tantangan kepada mahasiswa untuk membuat kolosal tentang masyarakat Samin.
“Jika ada mahasiswa sastra yang mau mengkolosalkan, akan kami dukung. Jadi biar tahufalsafah dan tuturannya untuk apa saja. Semoga kuliah lapangan ini bisa menjadi bekal dan wawasan kalian ke depan sebagai mahasiswa sastra yang belajar bahasa dan budaya,” terangnya.(*)
Penulis: Nuri Hermawan
Editor: Dilan Salsabila