Universitas Airlangga Official Website

Mengunjungi Dapur SDM UNAIR

Saya bersama Sekretaris dan dua anggota Komite Audit Majelis Wali Amanat UNAIR tanggal 3 September 2025 berkesempatan untuk bersliturahim ke Direktorat Sumber Daya Manusia UNAIR untuk melakukan koordinasi dan mendapatkan gambaran yang jelas tentang tatakelola Direktorat SDM. Bagi Komite Audit informasi yang didapat dari kunjungan itu penting untuk bahan telaah yang nanti menjadi masukan kepada MWA UNAIR.

Kami diterima dengan hangat oleh Direktur SDM UNAIR Prof. Dr. Endang Dewi Masithah dan Sekretaris Direktorat SDM UNAIR Ir, MP , Tri Suksmono Agung Rahardjo, SE, M.Hum – dan jajarannya dan memberikan berbagai informasi penting atas pertanyaan keinginan tahu kami antara lain tentang Struktur Orgaanisasi Direktorat SDM, Postur SDM dilingkungan UNAIR, Kebijakan Renumerasi, Pelatihan, Evaluasi dan Kompensasi dsb.

Kami terkesan dengan penjelasan jajaran Direktorat SDM yang profesional dengan penampilan data yang lengkap tentang postur SDM UNAIR, jenjang karir, rasio dosen dll termasuk tentang “brain drain” dari UNAIR yang pindah ke lembaga lain padahal UNAIR sudah berinvestasi untuk pengembangan diri mereka. Tapi Alhamdulillah jumlah mereka yang pindah itu tidaklah signifikan. Selain itu Direktorat SDM UNAIR sudah sangat comply dengan berbagai peraturan baik dari Kementrian maupun dari UNAIR sendiri tentang pengelolaan SDM misalnya soal renumerasi.

Dalam kunjungan ini saya mengangkat isu tentang pentingnya indikator yang jelas evaluasi kinerja SDM dilingkungan UNAIR karena kebijakan reward yang diberikan kepada SDM itu berdasarkan “merit base” dan budaya organisasi yang sudah disepakati semua stakeholder dilingkungan UNAIR.

Berbicara tentang budaya oragnisai, saya punya pengalaman pribadi ketika bekerja di salah satu bank Jepang ranking dunia di luar negeri, minum kopi di dapur kantor terlalu lama (cuma 7 menit) pada saat jam kantor dimulai, kursi kerja saya ditempeli sticky note oleh pimpinan bank itu “Cholis San you are supposed to be on your chair at 07.30 am”. Itu merupakan teguran karena saya dianggap tidak mengikuti aturan di kantor atau belum memahami organizational culture di bank tersebut. Pengalaman lain yang serupa yaitu ketika saya bekerja di institusi lembaga diplomatik pemerintah Amerika Serikat, seorang diplomat senior mengatakan kepada saya “We do not care you are Muslim, Christian or Jew, what we care is that I see you in the office at 07.30 sharp”. Perkataan diplomat itu berisi peringatan bahwa saya harus tiba di kantor tepat pada jam yang sudah ditentukan oleh organisasi.

Hal tersebut adalah soal budaya organisasi atau organizational culture yang harus ditaati oleh semua stakeholder dimana seseorang bekerja. Secara umum budaya organisasi itu dijelaskan sebagai “The informal values and norms that control how individuals and groups in an organization interact with each other and with people outside organization (Jennifer M. George, Gareth R. Jones), yaitu nilai-nilai dan aturan-aturan yang mengatur para individu dan kelompok berinteraksi satu sama lain di organisasi itu dan dengan pihak lain di luar organisasi.

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa ada dua nilai penting dalam sebuah organisasi yaitu Terminal Value: A desired goal that an organization seeks to achieve. (Excellence, Stability, Profitability, Innovation). Yaitu tujuan lembaga atau organisasi yang harus dicapai, misalnya kinerja yang terbaik atau excellence, stabilitas organisasi, kemampuan mencapai keuntungan, dan inovasi. Ada lagi nilai yang disebut Instrumental Value: A desired mode of behavior that an organization wants its members to observe. (Working hard, Respecting traditions, Being creative), yaitu perilaku yang baik dimana perusahaan meminta para anggota organisasi melaksanakannya, misalnya bekerja keras, menghormati tradisi, menjadi kreatif, dsb.

Kami Komite Audit percaya bahwa Direktorat SDM UNAIR mampu untuk membuat sistem penilaian kinerja SDM dilingkungan UNAIR dengan jelas dan trasparan sehingga kebijakan Reward and Punishment kepada karyawan itu fair. Penilaian kerja tidak hanya soal absensi karyawan, tapi lebih dari itu ada beberapa variabel yang harus dimasukkan menjadi pertimbangan penilaian misalnya soal expertise atau keahlian seorang karyawan, kontribusi akademiknya untuk pengembangan masyarakat, konsistensi dalam pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, kreativitas dan inovasi, respek kepada sesama dsb.