UNAIR NEWS – Prof Dr M Toha Ronodipuro adalah rektor kedua Universitas Airlangga (UNAIR). Ia lahir di Demak, 19 April 1908. Melihat riwayat pendidikannya yang merupakan seorang alumnus STOVIA, maka dapat disimpulkan bahwa ia berasal dari keluarga terpandang. Mengingat, sistem pendidikan kolonial pada saat itu menerapkan politik segregasi, di mana hanya mereka yang berasal dari keluarga kaya dan terpandang yang dapat mengenyam pendidikan ELS hingga STOVIA.
Prof Toha lulus dari STOVIA pada 1933. Setelah itu, ia mulai mengabdi sebagai dokter secara berpindah-pindah. Ia diangkat menjadi dokter pemerintah sebagai asisten klinik kebidanan pada Sekolah Dokter di Jakarta. Kemudian, tahun 1942, ia mendapatkan amanah sebagai Kepala Rumah Sakit Pamdran Cirebon. Ia mulai menjalani karir di Surabaya sebagai Lektor Fakultas Kedokteran (FK) pada tahun 1951, dan kemudian dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan oleh FK Universitas Indonesia Cabang Surabaya (sekarang FK UNAIR) pada 22 Maret 1952 dengan judul orasi ilmiah “Kebidanan dan Masyarakat”.
Lakukan Pembenahan
Sebelum menjadi Rektor UNAIR yang kedua, Prof Toha pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Kedokteran UNAIR pada 1955-1957. Tampuk kepemimpinan rektor kemudian beralih ke pundaknya (1961-1965) setelah Prof Mr A G Pringgodigdo habis masa jabatannya. Selama menjadi rektor, Prof Toha telah melakukan banyak pembenahan dalam berbagai aspek, termasuk sistem pendidikan. Ia adalah rektor yang berhasil mengubah sistem pendidikan liberal menjadi sistem pendidikan terpimpin.
Jika sebelumnya mahasiswa bebas mengikuti kuliah atau tidak, berhak menentukan sendiri ujiannya, maka pada masa kepemimpinan Prof Toha, sistem itu berangsur-angsur berubah. Ia mulai menetapkan sistem pendidikan terpimpin dengan melakukan penertiban waktu kuliah dan ujian. Sehingga, tidak terjadi pemborosan tempat, waktu, dan tenaga. Menurut Prof Toha, sistem inilah yang akan menghilangkan predikat “Mahasiswa Abadi”.
Pada masa kepemimpinan Prof Toha, sektor sumber daya manusia juga tak luput dari pembenahan. Menimbang minimnya tenaga pengajar dan membludaknya jumlah mahasiswa, maka Prof Toha mengeluarkan kebijakan terkait penambahan dosen dan asisten dosen asing. Tak heran jika pada periode 1961-1965 itu, banyak dosen asing yang berasal dari negara-negara seperti Belanda, Jerman, Swiss, Hungaria, Austria, India, Inggris, hingga Amerika.
Pembenahan lainnya yang Prof Toha lakukan adalah dalam hal penerimaan mahasiswa baru. Ia menerapkan sistem penerimaan mahasiswa baru dengan mengadakan tes. Sebelumnya, di UNAIR tidak ada sistem yang pasti untuk menentukan bagaimana penerimaan mahasiswa. Dengan kata lain, para pendaftar yang mengantongi ijazah SMA bisa saja diterima di UNAIR hanya melalui minat yang dimiliki, tanpa melalui seleksi. Tidak adanya sistem yang pasti itu mengakibatkan membludaknya jumlah mahasiswa yang berdampak pada tidak mencukupinya ruangan perkuliahan hingga laboratorium. Dengan terpaksa, UNAIR menyewa atau meminjam gedung-gedung yang terletak berjarak untuk menjalankan perkuliahan.
Inisiasi Rumah Singgah
Untuk meningkatkan iklim akademik yang optimal, Prof Toha juga tak lupa memperhatikan kelangsungan hidup dosen maupun mahasiswa UNAIR. Saat memimpin, Prof Toha mencanangkan pendirian rumah singgah tempat tinggal dosen yang menyebar di Jalan Dharmawangsa, Srikana, dan Kedung Tarukan Baru, meskipun jumlahnya masih belum mencukupi. Tidak hanya itu, ia juga mulai memperhatikan hunian atau pemondokan bagi mahasiswa melalui bekerja sama dengan berbagai yayasan.
Tidak hanya dalam hal akademik, Prof Toha juga senantiasa memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Misalnya dalam hal olahraga, mahasiswa UNAIR juga ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan Pekan Olahraga Mahasiswa (POM) ke-VII di Surabaya pada tahun 1962. Dalam bidang seni pun tak ketinggalan, terbukti dengan dikirimkannya delegasi mahasiswa pada Pekan Kesenian Mahasiswa dengan berbagai kemenangan. Kemudian, berkaitan dengan situasi politik, Prof Toha juga merespons misalnya dengan membentuk “Resimen Mahasiswa” untuk mendukung TRIKORA dan “Resimen Mahasurya” untuk melaksanakan DWIKORA.
Pembenahan demi pembenahan yang dilakukan oleh Prof Toha menunjukkan bahwa ia merupakan sosok yang penuh dedikasi terhadap dunia pendidikan. Dedikasi yang begitu besar itu tercermin dari pertumbuhan UNAIR yang cukup signifikan. Terima kasih, Prof Toha, jasamu akan selalu kami kenang.
Penulis: Yulia Rohmawati