UNAIR NEWS – Hubungan bilateral antara RI-Singapura memasuki setengah abad lamanya. Bertepatan dengan 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara tersebut, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga mengadakan focused group discussion (FGD) bertema “Peluang dan Tantangan dalam Refleksi 50 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia–Singapura” pada 11–12 April lalu.
Kegiatan diskusi tersebut dihadiri oleh Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Indonesia di Singapura, H.E. I Gusti Ngurah Swajaya, dan dilaksanakan di Aula Soetandyo.
Kegiatan diskusi yang berlangsung selama dua hari itu dihadiri oleh para stakeholder perguruan tinggi di antaranya perwakilan dari Kamar Dagang Indonesia Jawa Timur, Bank Jatim, Universitas Negeri Surabaya, Direktorat Bea dan Cukai, dan jajaran akademisi UNAIR.
“Beragam stakeholder yang hadir dalam FGD ini diharapkan dapat memantik diskusi yang komprehensif mengenai hubungan bilateral RI–Singapura sejak 50 tahun yang lalu, dan 50 tahun ke depan,” tutur Dekan FISIP UNAIR, Dr. Falih Suaedi, Drs., M.Si.
Kegiatan FGD yang berlangsung selama dua hari tersebut bertujuan untuk mengajak para stakeholder di perguruan tinggi untuk berdiskusi mengenai tantangan baru dalam dinamika hubungan RI–Singapura. Hal ini berguna untuk mengoptimalkan peluang kerjasama di beberapa bidang baru bersama dengan pemerintah, institusi pendidikan dan sektor usaha.
Sejak diresmikannya hubungan diplomasi antara dua negara sejak tanggal 17 September 1967, Ngurah Swajaya mengatakan ada banyak bidang yang sudah tertangani pada bidang ekonomi maupun pariwisata. Investasi pengusaha Singapura di Indonesia juga mencapai angka 9,2 milyar dolar Amerika Serikat atau naik sekitar 55 persen pada tahun 2016. Sedangkan, pada tahun 2015 investasi Singapura di Indonesia pada kisaran 5,8 milyar dolar Amerika Serikat.
Meski di bidang ekonomi menunjukkan respon positif, namun hubungan Indonesia dan Singapura masih menyisakan problem. Seperti halnya ekstradisi, kerja sama pertahanan, penetapan garis batas maritim, pencemaran udara yang disebabkan kebakaran hutan (transboundary haze) serta persepsi negatif yang kerap muncul pada masing-masing negara akibat kurangnya interaksi intensif antarnegara.
“Momen ini bisa menjadi alat bagi kedua negara untuk bangkit dan sejahtera bersama dalam mencapai stabilitas politik di ASEAN, sehingga semua ini akan bisa mendukung upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Yang terpenting adalah satu prinsip ini think big, start small, and act fast,” terang Ngurah Swajaya.
Dalam konferensi pers, Ngurah mengutarakan tiga alasan utama mengenai penyelenggaraan FGD dan kuliah tamu. Pertama, melakukan evaluasi dan sosialisasi lesson learned dari hubungan kedua negara. Kedua, upaya untuk meningkatkan kerjasama yang telah ada di berbagai sektor terutama ekonomi dan pendidikan. Ketiga, memberikan informasi mengenai ekonomi berbasis teknologi yang memilih potensi besar di Indonesia dan sudah dikembangkan dengan pesat di Singapura.
Dalam kegiatan FGD, Ngurah Swajaya didampingi dengan Atase Pendidikan Aisyah Endah Palupi, Sekretaris Ketiga Fungsi Penerangan dan Sosial Budaya Kedutaan Besar RI untuk Singapura Melati Sosrowidjoyo, dan Minister Counselor John Tjahjanto Boestami.
Penulis: Disih Sugianti
Editor: Defrina Sukma S