UNAIR NEWS – Dalam seminggu terakhir ini, berkembang isu yang menyebutkan bahwa ada mikroplastik (plastik berukuran sangat kecil) yang terkandung dalam beberapa merk air minum kemasan botol yang tersebar di Indonesia. Isu tersebut tak pelak membuat banyak orang was-was terhadap pemakaian air dalam kemasan botol.
Isu tersubut muncul setelah sebuah penelitian di State University of New York of Fredonia yang menyatakan bahwa ada kandungan mikroplastik dalam air kemasan botol. Tak tanggung-tanggung, 93 persen kandungan mikroplastik itu berada dalam air minum kemasan botol merk terkenal di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Mengenai hal tersebut, Nur Indradewi Oktavitri, S.T., M.T. dosen yang memfokuskan penelitian tentang air dari Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (UNAIR) memberikan sejumlah tanggapan. Termasuk memberikan kiat bagi masyarakat yang sudah menjadikan air kemasan botol sebagai konsumsi sehari-hari.
Kewaspadaan adanya mikroplastik itu bukan hanya pada kemasan botol plastik. Riset terbaru menunjukkan, selain di botol plastik, mikroplastik terkandung dalam kemasan karton (tetra pak) dan botol kaca yang pembuatannya juga dilapisi kandungan plastik tertentu.
“Sejauh ini keberadaan mikroplastik bukan hanya di air kemasan botol. Di kemasan berkarton, juga ada jika tetra pak (kemasan karton, Red) dilapisi plastik tertentu,” katanya.
Jenis plastik yang banyak dibahas adalah Polyethylene terephthalate (PET). Yakni, plastik yang biasanya dipakai untuk botol air mineral dalam kemasan. Juga, Polypropylene atau Polypropene (PP) untuk tutup botol.
Dosen yang melakukan penelitian dengan judul Penurunan Polutan Air Limbah Menggunakan Imobilisasi Mikroalga Dan Bakteri (2017-2019) itu menduga mikroplastik tersebut berasal dari tutup botol. Karena beberapa sebab, beberapa partikelnya terurai dan bercampur dengan minuman.
“Yang dikhawatirkan adalah saat ke luar pabrik zero (tidak mengandung mikroplastik, Red). Tapi, saat ke luar, terjadi goncangan atau tersimpan tidak baik sehingga memudahkan plastik rilis (terurai),” ungkap dosen Departemen Biologi UNAIR tersebut.
Nuri –sapaannya– bersaran ke depan pengemasan air mineral harus lebih diperhatikan. ”Entah jenis plastiknya yang tidak terlarut sama air atau ada teknologi tertentu,” imbuhnya.
Waspada
Saat ini menurut Nuri, jumlah kontaminan, zat yang dapat membahayakan kesehatan, berukuran mikro pada air semakin banyak. Hal itu terjadi karena juga kian banyaknya pencemaran air.
Lembaga riset di luar negeri saat ini sudah berfokus pada partikel berukuran mikro, bukan lagi makro. Partikel tersebut tidak mudah terlihat sehingga membutuhkan teknologi yang canggih.
Keberadaan mikroplastik sangat dikhawatirkan karena sifatnya yang mirip logam berat. Nuri mengatakan, perlu adanya kajian lebih lanjut apakah mikroplastik dapat terakumulasi ke dalam tubuh manusia. Dikhawatirkan, partikel ini mengakibatkan risiko munculnya penyakit. Apalagi jika partikel tersebut telah menyangkut di bagian ginjal.
Lantas, seberapa amankah mikroplastik terhadap tubuh manusia? Nuri mengungkapkan, saat ini WHO (World Health Organization) mengkaji batas aman mikroplastik untuk dikonsumsi manusia. Berkaitan dengan kesehatan manusia, lanjut dia, memang harus dikaji secara detail.
Dari sumber yang lain, melalui BBC, Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menyarankan masyarakat tidak perlu khawatir karena air mineral yang beredar sudah sesuai dengan standar yang berlaku. Dia menambahkan, keberadaan mikroplastik belum ada dalam aturan soal kelayakan pangan. “Perlu ditetapkan oleh lembaga berwenang seperti WHO, FAO, atau Kementerian Kesehatan,” katanya.
Lalu, bagaimana menyikapi air mineral dalam kemasan yang sudah telanjur dikonsumsi masyarakat sehari-hari?
Nuri menuturkan, penting untuk memperhatikan kemasan plastik yang digunakan sebagai tempat penyimpanan minuman. Misalnya, menghindari penyimpanan dalam suhu yang panas. ”Cara penyimpanan juga berpengaruh. Jika penyok, potensi rilis juga lebih besar,” katanya.
Menyimpan air mineral di mobil tidak dianjurkan. Sebab, suhu di dalam mobil panas, apalagi jika parkir di area yang panas. Saat berada di suhu yang tinggi, plastik mudah meriliskan zat-zat. Sangat tidak dianjurkan meminum air kemasan yang lama disimpan di area yang panas.
Berikutnya, waspadai penggunaan botol berulang-ulang. Penggunaan botol berkali-kali juga memiliki potensi bahaya yang lebih tinggi dibanding yang kemasan baru. Kemasan plastik untuk makanan sekali pakai, misalnya, tidak dianjurkan untuk digunakan kembali. Kecuali, kemasan yang memang terbuat dari bahan yang aman jika dipakai berulang-ulang.
“Dari saya, jangan konsumsi air yang ada di kendaraan cukup lama untuk menghindari risikonya. Jangan menggunakan botol kemasan berulang-ulang. Sebab, risiko rilis menjadi lebih tinggi,” tutupnya. (*)
Penulis: Binti Q. Masruroh
Editor: Feri Fenoria Rifai