UNAIR NEWS – Program Magister Sains Hukum dan Pembangunan (MSHP) Universitas Airlangga kembali menggelar diskusi publik bertajuk “Law and International Development: A Human Right Perspective”. Diskusi kali ini dihadiri langsung oleh Prof. Yuzuru Shimada, LLM., dari Graduate School of International Development (GSID), Nagoya University, Jepang. Dr. Herlambang P. Wiratraman, Phd., dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum Unair juga turut hadir untuk menjadi pembicara dalam diskusi public tersebut.
Pada diskusi yang diadakan Kamis, (19/5) tersebut, Prof Shimada yang berasal dari Jepang memaparkan materinya menggunakan Bahasa Indonesia. Bahkan tidak jarang ia melontarkan candaan dan gurauan untuk mencairkan suasana diskusi.
Dalam diskusi tersebut, Prof.Shimada menjelaskan materi seputar permasalahan HAM yang disebutnya sebagai dualisme HAM. Ia menyebut berbagai macam permasalahan HAM, diantaranya adalah hak sipil dan politik dan juga hak ekonomi, sosial, dan budaya. Hak yang dimaksud justru menjadi permasalahan kompleks mengenai HAM yang justru dalam prakteknya merugikan masyarakat sipil. Bagi masyarakat miskin khususnya, mereka hanya membutuhkan hak untuk bertahan hidup seperti halnya hak makan. Akan tetapi regulasi membuat hak tersebut tidak terpenuhi.
Menyinggung persoalan good governance, Prof.Shimada merespon mengenai bahasa yang ditawarkan seperti pembangunan, pengurangan kemiskinan dianggap tidak dapat menjamin untuk memenuhi semua hak hidup. “Isu-isu seperti development, poverty reduction selalu menjadi isu utama yang dibawa dalam good governance,” ujar Prof.Shimada di awal diskusi.
Selain Prof.Shimada, Dr. Herlambang juga menyinggung mengenai good governance yang menurutnya menjadi jawaban atas ketidakberdayaan pemerintah dalam mengelola, merencanakan dan melaksanakan kebijakan. Berbicara mengenai HAM yang telah menjamur di masyarakat, menurutnya itu bukan pelanggaran HAM, melainkan selected human right. Hal tersebut dilihat dari penemuan-penemuan mengenai penerapan HAM yang justru melibatkan kepentingan tertentu dianggap selektif, lalu kemudian dijadikan oleh paradigma HAM sebagai strategi dalam pasar.
“Pentingnya HAM saat ini telah bergeser dan bahkan berhenti oleh good governance (GG). Dalam hal ini disebut bad governance / poor governance, yang dianggap sangat sinis terhadap HAM,” pungkas Dr. Herlambang.
Penulis: AhallaTsauro
Editor : Dilan Salsabila