UNAIR NEWS – Himpunan Mahasiswa Magister Sains Manajemen (MSM), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar MSM Dialogue and Sharing: Scholarship Talk. Acara tersebut berlangsung secara daring melalui siaran langsung Instagram pada Jumat (18/4/2025).
Acara ini menghadirkan dua narasumber penerima beasiswa doktoral, yakni St Nurhikma Maulida SPsi MA, awardee Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) serta Lia Febria Lina SE MSc, awardee Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI). Keduanya membagikan strategi dan pengalaman dalam meraih beasiswa dari pemerintah Indonesia.
Strategi dan Latihan
Nurhikma, dosen di bawah Lembaga Administrasi Negara, menyebut beasiswa bukan sekadar fasilitas pendidikan, tetapi bentuk aktualisasi diri dan kontribusi sebagai aparatur negara. “Menjadi profesor adalah mimpi terbesar saya. Tapi untuk mewujudkan itu, saya perlu sekolah tanpa membebani keluarga. LPDP membuka peluang itu,” ujarnya.
Perjalanan Nurhikma tidak mudah. Ia sempat gagal pada dua pendaftaran pertama karena kendala administrasi. Namun, pengalaman tersebut justru menjadi bekal penting untuk memahami detail proses seleksi LPDP. “Saya daftar meski tahu akan gagal. Tujuannya supaya tahu alurnya. Jadi ketika daftar ketiga kalinya, saya sudah tahu dokumen apa saja yang harus saya lengkapi,” jelasnya.
Sebagai ibu dan pekerja, Nurhikma menyiasati keterbatasan waktu dengan belajar mandiri di sela rutinitas. Ia menulis jawaban simulasi wawancara dan memperdalam risetnya secara otodidak. “Selama persiapan, saya ganti tontonan sebelum tidur jadi video persiapan LPDP. Semua pertanyaan saya catat dan latih jawabannya sendiri,” tambahnya.
Refleksi Diri dan Persiapan Rinci
Berbeda dengan Nurhikma, Lia Febria Lina memperoleh beasiswa BPI dari Kemendikbudristek yang memang khusus untuk dosen. Ia menekankan bahwa persiapan matang adalah syarat utama untuk bisa lolos, apalagi beasiswa ini mensyaratkan Letter of Acceptance (LoA) sebelum proses pendaftaran. “Kita wajib punya LoA dulu. Artinya, sebelum daftar beasiswa, kita harus sudah diterima di universitas,” ungkapnya.
Proses panjang ia lalui dengan penuh strategi, mulai dari tes TOEFL, penyusunan proposal riset, hingga penulisan personal statement. Lia menyebut beasiswa bukan soal keberuntungan, melainkan kesiapan menghadapi setiap tahap. “Beasiswa itu tidak bisa instan. Harus disiapkan dari jauh hari. Saya butuh waktu tiga bulan untuk persiapan, termasuk menyiapkan dokumen dan refleksi diri secara mendalam,” tegasnya.
Lia juga menyoroti pentingnya time management dan kemampuan mengenali diri. Menurutnya, kesalahan kecil dalam administrasi bisa berdampak besar jika tidak diantisipasi. “Saya sempat gagal saat S2 karena kurang informasi. Jadi saat daftar S3, saya benar-benar belajar dari pengalaman dan cari info sebanyak mungkin. Semua harus detail dan strategis,” pungkasnya.
Baginya, proses pendaftaran beasiswa bukan hanya administratif, tapi juga perjuangan mental. Ia menekankan bahwa pengalaman kecil dalam curriculum vitae (CV) sekalipun bisa menjadi penentu, jika dikemas dengan tepat. “Kadang kita merasa pengalaman kita sepele. Padahal kalau kita urai, itu bisa jadi bukti kapasitas diri. Kuncinya adalah jujur dan percaya bahwa kita layak,” tutupnya.
Penulis: Fania Tiara Berliana Marsyanda
Editor: Edwin Fatahuddin Ariyadi Putra