Universitas Airlangga Official Website

Optimalkan Industri Kesehatan, AWCS adakan Webinar Entrepreneur untuk FK UNAIR

Prof Badri Munir Sukoco SE MBA PhD (Paling atas) ketika memberikan materi pada Webinar Class Entrepreneurship pada Sabtu (4/3/2023) lewat Zoom. (Foto: Arsip Penulis)

UNAIR NEWS – Dalam beberapa dekade terakhir, sektor industri memainkan peran penting sebagai penggerak sekaligus penopang perekonomian nasional. Sektor industri yang dinamis menjadi fundamental karena memiliki keterlibatan di seluruh segmen yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas, tak terkecuali kesehatan.

Hal itu menyebabkan pasar segmen kesehatan melebar ke berbagai ranah yang lebih kompleks. Terlebih, digitalisasi menuntut industri kesehatan agar lebih kreatif dalam berimprovisasi dan berinovasi.

Airlangga Webinar Conference Sains (AWSC) memfasilitasi hal tersebut dengan menyelenggarakan Webinar Class Entrepreneurship bertemakan Masa Depan Industri Kesehatan di Indonesia pada Sabtu (4/3/2023). Webinar yang ditujukan kepada civitas akademika Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) itu mengundang pembicara Prof Badri Munir Sukoco SE MBA PhD selaku Direktur Sekolah Pascasarjana UNAIR.

Menurut Prof Badri, Jika Indonesia ingin dikatakan sebagai negara maju, maka perlu melakukan perbandingan dengan negara lain. Perbandingan tersebut harus berdasarkan interval waktu dan jumlah penduduk yang relatif sama, namun pencapaian atau output yang berbeda.

“Contohnya saja Cina, tahun 2001, pendapatan per kapitanya hanya USD 1,053, dan pada tahun 2021 meningkat signifikan menjadi USD 12,556. Sedangkan Indonesia, tahun 2003, pendapatan per kapitanya sebesar USD 1,065, dan tahun 2021 hanya meningkat menjadi  USD 4,291,” ucap Prof Badri.

Ia mengutip perkataan Richard Florida, bahwa pendapatan perkapita suatu negara akan tinggi apabila banyak sumber daya manusianya mampu menawarkan kreativitas dalam industri sehingga meningkatkan nilai tambah dari produk atau jasa yang ditawarkan. Prof Badri membagi SDM kreatif menjadi dua, creative professional dan super-creative core.

“Jika merujuk pada data, FK UNAIR cenderung lebih banyak menghasilkan creative professional atau orang yang menawarkan jasa kompetensi seperti dokter. Kalau super-creative core atau pencipta kreasi baru yang mampu meng-influence banyak orang, saya rasa agak jarang,” tuturnya.

Sementara itu, menurut data dari McKinsey, setiap satu dollar yang diinvestasikan di sektor kesehatan di negara Lower middle income countries, maka return-nya diperkirakan mencapai dua hingga empat dollar. Hal itu menunjukan investasi di bidang kesehatan meningkatkan produktivitas aset serta memperkuat nilai ekonomi Indonesia.

Prof Badri juga menambahkan, di Amerika, kontribusi sektor kesehatan terhadap Gross Domestic Produk (GDP) adalah 18,3 persen. Di Indonesia, GDP yang tercatat pada tahun 2021 adalah USD 1,19 T. Jika menggunakan asumsi yang sama dengan Amerika, maka nilai kontribusi sektor kesehatan di Indonesia mencapai USD 217.77 B atau setara Rp 3,266.6 T.

“Masih banyak ruang untuk tumbuh bagi industri kesehatan di Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNAIR itu memberikan beberapa pandangan terkait faktor yang harus dibenahi dalam mengoptimalkan industri kesehatan di Indonesia. Dimana kapabilitas berinovasi dan world class university menjadi kunci utama. Di saat yang bersamaan, civitas akademika harus mulai mengupayakan transformasi ekonomi dari agrikultur ke industri dengan roadmap dan komitmen anggaran yang jelas.

“Perlu ada fasilitas dalam mengadakan project khusus, agar civitas akademika FK UNAIR lebih memahami entrepreneur sebagai praktisi, dan kedepannya, lebih banyak mencetak super-creative core,” tambahnya. (*)

Penulis: Yahya Ayash Mujahid

Editor: Binti Q. Masruroh