UNAIR NEWS – Para eks Gafatar yang “terusir” dari kalimantan mengalami dilema. Sebab, sebagian dari mereka enggan kembali ke kampung halaman. Alasannya, mereka sudah tidak punya apa-apa di daerah asal. Bahkan, muncul kabar bahwa keluarga sudah tidak mau menerima kepulangan itu.
Mereka melakukan transmigrasi ke pulau Borneo untuk mengadu nasib. Ternyata, belakangan mereka malah dirundung nestapa.
Pemerintah mesti bisa mengelola keadaan ini. Baik eksekutif maupun legislatif harus dapat memberi solusi. “Sejauh yang saya pahami dari sejumlah sumber, para eks Gafatar ini memiliki gairah di sektor ketahanan pangan. Pemerintah bisa mengoptimalkan potensi ini,” papar pemerhati kebijakan publik UNAIR Drs Gitadi Tegas Supramudyo M.Si.
Dia menyatakan, mereka bisa diarahkan untuk mengerjakan lahan-lahan tak produktif di wilayah masing-masing. Kalau pun tidak di kampung halamannya, bisa di daerah lain yang masih satu provinsi atau masih satu pulau.
Setelah diarahkan, mereka perlu dijamin keamanannya. Sebab, mereka juga warga negara yang mesti dilindungi. Di sini peran pemerintah daerah setempat diuji. Tidak boleh kecolongan sehingga terjadi aksi anarkis kembali.
Di sisi lain, mereka yang masih tergabung dalam Gafatar pun mesti dilindungi keamanannya. Jangan sampai jadi korban kekerasan. Kalaupun ada yang keliru dari aspek keyakinan dan itu meresahkan sebagian kalangan, luruskan dengan cara yang tepat.
“Beri mereka pencerahan melalui peran para pakar. Misalnya, agamawan yang juga ahli psikologi. Jadi, pembinaannya bisa tepat sasaran,” kata Gitadi. “Jangan sampai mereka seakan-akan stateless. Aspek kemanusiaan mesti dikedepankan. Yang perlu diingat, mereka bukan teroris,” tambahnya.
Dosen Administrasi Negara FISIP UNAIR ini khawatir, yang menjadi pemicu sikap-sikap intimidatif justru pihak-pihak yang seharusnya memberi perlindungan. Mereka tampak terlalu meledak-ledak menyikapi dan memandang isu ini. Padahal, semua bisa dihadapi dengan kepala dingin.
Yang jelas, semua elemen masyarakat harus memberi perhatian serius pada persoalan yang sensitif di ranah keyakinan dan ideologi s. Maksudnya, mereka mesti hadir sebagai solusi yang menyejukkan dan cerdas. Bukan malah memantik sumber gesekan. (*)
Penulis: Rio F. Rachman