Universitas Airlangga Official Website

Pahami Penyebab dan Cara Menghilangkan Keloid

Dari kiri Gabriel Zefanya moderator dan dr Maylita Sari sebagai narasumber: gelaran Dokter UNAIR TV pada jum’at (06/10/2023). (Foto: Mutiara Rachmi Karenina)
Dari kiri Gabriel Zefanya moderator dan dr Maylita Sari sebagai narasumber: gelaran Dokter UNAIR TV pada jum’at (06/10/2023). (Foto: Mutiara Rachmi Karenina)

UNAIR NEWS Salah satu permasalah bekas luka pada seseorang yang sering terjadi adalah timbulnya keloid. Keloid adalah pertumbuhan jaringan parut yang abnormal. Jaringan parut abnormal ini terbentuk terutama akibat dari sintesis dan degradasi kolagen yang tidak seimbang. Fakultas Kedokteran (FK), Universitas Airlangga dalam channel Youtube Dokter UNAIR TV membahas bagaimana cara mengatasi keloid pada Jum’at (06/10/2023).

Maylita Sari dr SpDV Subsp OBK FINSDV selaku Education Coordinating Community Dokter Soetomo General Hospital mengatakan, ada beberapa faktor luka keloid dapat terjadi. Misalnya, terjadi infeksi luka yang tidak segera diobati, luka operasi yang dijahit secara tegang, dan penggunaan jenis benang yang kurang tepat. Pada luka keloid, jaringan tersebut justru terus tumbuh hingga menebal dan berukuran lebih besar daripada luka itu sendiri.

“Keloid bukanlah kondisi yang mengancam jiwa. Meski tidak berbahaya, orang yang mengalaminya dapat merasakan gejala berupa rasa gatal, muncul sensasi terbakar, dan mengalami iritasi. Utamanya, jika keloid bergesekan dengan jaringan otot dibawahnya,” tutur Maylita Sari.

Risiko dan Pemicu Tumbuhnya Keloid

Menurutnya, keloid tidak bisa disepelekan saat keberadaannya dirasa mengganggu. Dari bekas jerawat ke keloid sifatnya permanen dan umumnya muncul di bagian spesifik. Seperti, cuping telinga, pipi, punggung, dada, pundak, lengan atas, bahu dan area-area peregangan. Tapi tidak menutup kemungkinan muncul di semua tubuh. 

Data epidemiologi menunjukkan, keloid lebih banyak terjadi pada individu dengan kulit yang lebih gelap. Prevalensi keloid di seluruh dunia bervariasi berdasarkan etnis. Risiko lebih tinggi pada masyarakat Afrika yang memiliki kulit gelap. Kasus ini cukup rentan dialami masyarakat Asia daripada Eropa berkulit putih. 

Orang yang berusia antara 10–30 tahun dianggap lebih berisiko mengalami keloid pada tubuhnya. Namun, keloid juga diyakini dapat diturunkan secara genetik dalam keluarga dan ataupun lingkungan. Studi mengungkap faktor genetik cenderung pada gen dengan jumlah pigmen yang lebih banyak. Lalu faktor  hormonal ketika ibu sedang hamil dan memiliki bekas luka. Beberapa kondisi kulit jerawat, luka bakar, bekas cacar air dan gigitan nyamuk. 

Mengatasi dan Mencegah Keloid

dr Maylata menambahkan, tidak bisa diprediksi kapan keloid itu datang. Untuk mengatasinya, ada beberapa cara pencegahan dan mengurangi gejala tumbuhnya keloid. Yaitu dengan memahami bakat riwayat keloid pada keluarga, hindari tindakan yang melukai seperti  menindik atau membuat tato di tubuh. Terapi pengobatan keloid dapat dengan penggunaan alat laser, radioterapi dan suntikan kortikosteroid untuk mengurangi jaringan parut berlebihan (keloid).

“Saya perlu menekankan bahwa banyak penyebab munculnya keloid, sehingga mulai perhatikan karakteristik kulit anda. Konsulkan dan terus terang pada dokter ketika keloid itu perlu butuh tindakan oleh ahlinya,” jelasnya.

Penulis: Mutiara Rachmi Karenina

Editor: Khefti Al Mawalia