Universitas Airlangga Official Website

Pakar Kebijakan Publik UNAIR Respon Harga Beras di Indonesia Disebut Termahal se-ASEAN

Foto by CNN Indonesia

UNAIR NEWS – Bank Dunia sebut harga beras di Indonesia menjadi yang termahal se ASEAN. Dilansir dari kompas.com mahalnya harga beras di Indonesia disebabkan adanya kebijakan pemerintah untuk mendukung harga pasar bagi produsen di sektor pertanian.

Menanggapi hal tersebut, pakar kebijakan publik UNAIR, Gitadi Tegas Supramudyo Drs MSi mengungkapkan bahwa perlu adanya revitalisasi kebijakan pembangunan pertanian. “Kita lihat peningkatan ekspor kita sampai akhir 2022 ini, faktanya kita tidak lagi negara agraris yang swasembada beras, berarti problemnya di kebijakan pertanian” tuturnya.

Gitadi menjelaskan bahwa Bank Dunia memiliki tiga kriteria dalam menentukan beras di Indonesia menjadi yang termahal se-ASEAN. Dirinya mengungkapkan bahwa negara harus menjawab dari tiga kriteria tersebut. Namun menurut Gitadi negara dinilai sangat over defensif.

“Menurut saya pemerintah tidak mencari solusi tapi negara sangat defensif terhadap kesimpulan dari bank dunia yang memang dari angka yang ditampilkan lebih fare. Menurut saya kebijakan pembangunan pertanian perlu ditinjau ulang,” jelasnya.

Pakar Kebijakan Publik UNAIR, Gitadi Tegas Supramudyo Drs MSi. (Foto: Istimewa)

Selain kebijakan pembangunan pertanian, Gitadi mengungkapkan bahwa faktor penyebab mahalnya harga beras di Indonesia adalah kebijakan distribusi. Menurutnya kebijakan distribusi beras harus dikaji ulang disamping banyaknya oknum-oknum yang menguasai pasar.

“Perlu ditata ulang karena rantai yang terlalu panjang sehingga harga pada tingkat konsumen bukan harga bulog tapi harga yang dibeli masyarakat, itu yang dipakai di bank dunia,” tuturnya.

Untuk menstabilkan harga beras dipasaran, Gitadi menuturkan bahwa salah satu solusinya adalah impor beras disertai dengan refungsionalisasi departemen. “Jadi perlu refungsionalisasi departemen dari tingkat pusat hingga tingkat daerah untuk lebih proaktif mengontrol dan mengendalikan harga dengan pasokan karena sudah terlanjur mengimpor banyak dari luar negeri,” terangnya.

Selain refungsionalisasi, Gitadi menuturkan bahwa saat ini pemerintah harus berani koreksi diri dengan melakukan revitalisasi kebijakan. “Perlu revitalisasi kebijakan pembangunan pertanian dengan merekrut menteri yang memang handal dibidangnya untuk mendefinisikan ulang terkait kebijakan pembangunan pertanian,” pungkasnya.

Penulis: Indah Ayu Afsari

Editor: Nuri Hermawan