UNAIR NEWS – Belakangan ini, tunjangan kinerja (tukin) dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, sudah lima tahun tukin dosen tidak dicairkan oleh negara. Faktanya hanya dosen di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) yang belum menerima tukin tersebut.
Pakar kebijakan publik Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr H Jusuf Irianto Drs M Com menyebutkan bahwa permasalahan tukin ini berkaitan erat dengan aspek legal formal dan proses birokrasi yang masih berlangsung. “Jadi, ini adalah persoalan legal formal dan proses birokrasi yang harus dilakukan secara prudent agar sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Prof Jusuf.
Pemberlakuan Tukin
Saat ini, Kemendikti Saintek sedang berikhtiar membayarkan tunjangan kinerja seluruh dosen ASN di lingkungan Kemendikti Saintek. Di samping itu, kementerian juga tengah menuntaskan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai tukin dosen ASN. Perpres tersebut merupakan aturan turunan (derivate regulation) agar pembayaran tukin sah secara hukum sehingga bisa cair.

Prof Jusuf menjelaskan bahwa Kemendikti Saintek adalah kementerian baru sebagai fragmentasi Kemendikbud Ristek. Saat baru beroperasi, Kemendikti Saintek telah menyusun alokasi anggaran tukin sebesar Rp2,8 triliun. Alokasi ini telah tersampaikan kepada DPR.
Merujuk Keputusan Mendikbud Ristek No. 447/P/2024, dosen ASN seharusnya mulai menerima tukin pada awal 2025. Dosen ASN berhak memperoleh tukin dengan besaran sesuai jabatan fungsionalnya. Kemudian, dosen ASN berjabatan fungsional asisten ahli dengan kelas jabatan 9 mendapat tukin sebesar Rp5 juta per bulan, lektor (Rp8,7 juta per bulan), lektor kepala (Rp10,9 juta per bulan) dan guru besar atau profesor (Rp19,2 juta per bulan).
Prof Jusuf juga menyoroti dampak perubahan nomenklatur terhadap sistem penggajian dan tunjangan dosen. Ia menyebut bahwa peraturan yang dirilis oleh menteri sebelumnya, Nadiem Makarim, tidak dibarengi dengan atau tanpa disertai Perpres. Akibatnya, tukin tidak dapat dibayarkan. “Perbedaan nomenklatur inilah yang membuat keruwetan dalam pembayaran tukin,” jelasnya.
Tuntutan Adaksi
Aliansi Dosen ASN Kemendikti Saintek Seluruh Indonesia (Adaksi) menuntut pemerintah segera membayarkan tukin bagi dosen ASN yang tertunda sejak 2020. Para dosen ASN mengancam unjukrasa serentak secara nasional jika sampai Jumat (24/1/2024) pemerintah belum juga memberi kepastian terkait pembayaran tukin.
Pembayaran tukin diatur dalam UU 15/2014 tentang ASN. Berdasarkan UU tersebut, dibuat aturan turunan yakni Permenpan RB 6/2022 tentang Pengelolaan Kinerja Pegawai ASN sebagai dasar pembayaran tukin dosen ASN. Selain Permenpan RB 6/2022 perlu Perpres agar anggaran tukin dapat dialokasikan serta didukung dokumen petunjuk teknis (juknis) untuk proses pencairan tukin. “Nah, rangkaian proses legal formal inilah yang belum tuntas di kementerian. Jadi, para dosen ASN harus bersabar karena sekarang masih sedang dalam tahap penyelesaian,” terang guru besar FISIP itu.
Dampak terhadap Produktivitas Dosen
Ketidakpastian terkait kebijakan ini khawatirnya dapat memengaruhi kinerja dosen dalam melaksanakan kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi. “Ketidakpastian akibat kebijakan yang ruwet dan tidak well-prepared merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai secara umum,” imbuhnya.
Prof Jusuf menekankan perlunya pemerintah untuk segera menyelesaikan peraturan yang dibutuhkan agar tukin dapat cair pada 2025. “Pemerintah harus menunjukkan jati diri sebagai regulator yang berwibawa dengan membuat aturan yang jelas dan benar serta dapat diimplementasikan lebih efektif dan menghindari simpang siur,” tambahnya.
Dengan demikian, Prof Jusuf berharap semua kendala birokrasi dan legalitas dapat segera teratasi. Sehingga harapan dosen ASN untuk mendapatkan tukin pada 2025 dapat terwujud.
Penulis: Anggun Latifatunisa
Editor: Yulia Rohmawati