Universitas Airlangga Official Website

Pakar Sejarah Perkotaan Soroti Dinamika Identitas Ruang Spasial

Prof Dr Purnawan Basundoro SS MHum (dua dari kanan) saat memaparkan materi diskusi (Foto: SS Youtube)

UNAIR NEWS – Saat ini kota-kota tumbuh secara unik seiring dengan perubahan ruang dan waktu. Namun, realitas tersebut juga memunculkan masalah baru di perkotaan sebab ruang spasial menjadi arena perebutan identitas. Menanggapi fenomena itu, Pakar Sejarah Perkotaan Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Purnawan Basundoro SS MHum memberikan tanggapan.

Pakar sejarah yang juga Dekan FIB UNAIR itu menjelaskan mengartikan kota sebagai unit politik yang bersifat otonom dengan ruang terbatas dan penduduk yang cenderung padat. Tak heran, kompetisi dan konflik memperebutkan ruang bagi kehidupan urban merupakan salah satu isu utama.

“Orang-orang mulai melakukan negosiasi terhadap ruang untuk membentuk identitas tertentu dalam ruang tersebut,” ucap Prof Purnawan saat menjadi pembicara dalam diskusi publik yang terselenggarakan oleh Yayasan Biennale Jatim, Rumah Budaya Malik Ibrahim Sidoarjo, dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR pada Sabtu (10/6/2023).

Lebih lanjut, ia menyebut persoalan identitas ruang spasial di perkotaan bermula dari motif individu menaklukkan dimensi ruang. “Siapa yang memenangkan kontestasi di setiap ruang, maka dia yang menjadi pemenang dalam konteks identitas di sana,” imbuhnya.

Dekan FIB UNAIR itu memberikan ilustrasi penyebaran orang Madura ke kota-kota di Jawa Timur yang kemudian menciptakan identitas baru. Perwujudan ini membuktikan bahwa ruang juga menjadi tempat peleburan antara budaya lokal dan penduduk pendatang.

Penyebab Perebutan Ruang Spasial

Prof Purnawan menjelaskan perebutan ruang spasial di perkotaan sudah berlangsung sejak masa kolonial. Di Jawa Timur, kontestasi tersebut dapat dilihat pada peta budaya yang memiliki beragam subkultur. 

Menurutnya, ada dua faktor penyebab perebutan ruang urban. Pertama, faktor politik dengan memanfaatkan kebijakan pemerintah untuk mengatur kota sesuai kepentingan kelompok. Kedua, faktor demografi yang terpengaruhi peningkatan jumlah penduduk, peralihan desa ke kota, serta urbanisasi.

Terjadinya Transplosi

Ledakan penduduk yang tinggi, kata Prof Purnawan, berdampak pada kompetisi untuk memperebutkan ruang baik ruang tempat tinggal hingga ruang mengekspresikan budaya. Situasi ini mengacu dalam teori Dieter Evers terkait transplosi.

“Perebutan ruang seperti jalan raya yang digunakan untuk berjualan atau menggelar hajatan. (Tindakan) ini umumnya terjadi karena kita tidak bisa membedakan ruang publik dan ruang privat sehingga orang saling mengklaim ruang itu secara paksa,” terangnya.

Pada akhir, ia mengungkap persoalan ruang di perkotaan sulit mencapai posisi equilibrium. Sebab masyarakat urban sangat dinamis dalam memperebutkan ruang spasial dan pembentukan identitas baru. “Maka dari sini perlu kesadaran otoritas untuk mengontrol ruang perkotaan, termasuk kontestasi yang terjadi di ruang maya,” tutupnya.

Penulis: Sela Septi Dwi Arista

Editor: Nuri Hermawan

Baca Juga: Buka Konferensi ASAIHL di Tokyo, Rektor UNAIR Ungkap Tantangan Perguruan Tinggi di Masa Mendatang