Universitas Airlangga Official Website

Pakar UNAIR Beri Analisis Pembatasan Pembelian dan Keluhan Pertalite Boros

Sumber: dreamco

UNAIR NEWS –Pembaharuan harga dan sistem pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh PT Pertamina selalu tidak luput dari pembicaraan masyarakat. Akhir-akhir ini, banyak masyarakat yang mengeluhkan BBM jenis pertalite menjadi lebih boros. Selain itu, banyak juga yang mengeluhkan uji coba pembatasan pembelian pertalite untuk mobil pribadi sebanyak 120 liter per hari. Berkaitan dengan hal tersebut, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR) Gitadi Tegas Supramudyo Drs Msi memberikan sejumlah analisis.

Perbedaan Warna Pertalite Baru dan Lama

Sejumlah masyarakat yang mengeluhkan borosnya pertalite semenjak kenaikan harga pada awal September 2022 lalu juga membeberkan sejumlah bukti. Dari beberapa pengamatan, warna pertalite sebelum kenaikan harga dan pertalite setelah kenaikan harga terdapat berbedaan.

Gitadi menyebutkan bahwa ada beberapa analisis yang dapat menjawab keluhan borosnya pertalite tersebut. “Akan lebih cerdas, bijaksana, dan berorientasi solusi jika PT Pertamina merespon dengan mengatakan akan melakukan penelitian di lapangan dan mengambil sampel secukupnya untuk diteliti di laboratorium yang kredibel,” terangnya.

Gitadi Tegas Supramudyo Drs Msi

Gitadi juga menegaskan bahwa PT Pertamina merupakan perusahaan tanpa kompetitor yang sebanding sehingga rentan tidak peka dan anti perubahan. Oleh karena itu, Gitadi menegaskan bahwa PT Pertamina tidak boleh menganggap suara masyarakat tidak penting dan cenderung over defensif.

Uji Coba Pembatasan Pembelian Pertalite

“Pembatasan pembelian pertalite untuk mobil pribadi sejumlah 120 liter per hari juga terkesan tanpa analisis yang memadai karena tidak ada informasi atau argumentasi yang jelas,” jelasnya. Oleh karena itu, Gitadi menekankan bahwa PT Pertamina perlu melakukan pemetaan yang akurat.

Selain itu, di era modern ini, Gitadi berharap agar PT Pertamina tidak lagi mengadakan hidden agenda yang publik sebenarnya sudah bisa menduga-duga.

“Sebaiknya dilakukan kajian komprehensif untuk mencari solusi terhadap tingginya angka subsidi BBM dengan kebijakan atau program tidak langsung sehingga bisa disusun solusi jangka panjang terhadap multiplier effect dari kenaikan harga BBM. Bukan hanya solusi sesaat atau partial yang hanya sesaat menghibur masyarakat,” terangnya. (*)

Penulis : Tristania Faisa Adam

Editor : Binti Q Masruroh