Universitas Airlangga Official Website

Pameran Ritus Liyan Datangkan Seniman Redi Murti dan Mahasiswa Asing

Para Mahasiswa Asing Ketika di Venue Utama (Foto: Panitia)
Para Mahasiswa Asing Ketika di Venue Utama (Foto: Panitia)

UNAIR NEWS – Pameran Ritus Liyan yang diadakan oleh Airlangga Institute of Indian Ocean Crossroads (AIIOC), tampaknya, dapat dikatakan sukses pasalnya mampu mendatangkan lebih dari 20 mahasiswa asing untuk berkunjung pada Selasa (28/5/2024). Pameran itu juga menghadirkan seniman Redi Murti untuk berdiskusi mengenai karya seninya. 

Pameran Ritus Liyan berlangsung pada 24-31 Mei 2024 di Kampung Plampitan, Peneleh, Surabaya. Pameran itu merupakan salah satu rangkaian acara dalam menyambut International Convention of Asian Scholars (ICAS) Ke-13.

Lebih dari 20 mahasiswa asing dari berbagai negara seperti Inggris, India, hingga Belanda sempat mengunjungi pameran Ritus Liyan. Di sana, mereka dipandu untuk mengelilingi hasil karya para kontributor hingga hal-hal yang unik di Kampung Plampitan. 

Para mahasiswa asing itu disambut dengan tarian selamat datang oleh para warga Kampung Plampitan yang diiringi oleh lagu “Surabaya Oh Surabaya”. Warga juga menyuguhkan rujak buah untuk mereka santap. Karya yang menunjukkan kehidupan di Kampung Plampitan pada venue utama pameran serta hasil batik yang dibuat oleh para ibu hingga kuburan bergaya gothic turut menjadi pusat perhatian kunjungan.

Jip, salah seorang mahasiswa asal Inggris, ketika ditanya oleh tim UNAIR NEWS mengatakan bahwa kunjungan itu sangat menarik. Sebab, suasana perkampungan sangatlah berbeda dengan di Bali. 

“Kunjungan ini sangat bagus dan menarik, orang-orangnya, budayanya, penampilannya sangatlah berbeda dengan di Bali ketika saya mengunjunginya,” tuturnya.

“Saladnya (rujak buah, Red) enak, namun terlalu pedas untuk orang Inggris seperti saya, haha,” tambahnya.

Diskusi Bersama Seniman Redi Murti (Kiri) (Foto: Panitia)

Sementara itu, Redi Murti,  atau yang biasa dikenal Sinyo, merupakan salah seorang seniman Surabaya yang ahli dalam teknik cukil. Pada serangkaian acara Ritus Liyan itu, Sinyo menghasilkan dua karya berupa lukisan untuk dagangan warga. Salah satunya adalah lukisan untuk Warung Cak Gendut, sebuah warung spesialis tahu telor. 

Dalam lukisan itu, terdapat beberapa elemen yang mencerminkan kehidupan Kampung Plampitan. Tari Remo, Dorami, Tahu Telor, dan Cak Gendut itu sendiri. Tari Remo menjadi pilihan Sinyo karena di Kampung Plampitan, merupakan ruang yang baik untuk anak-anak. Motor harus dituntun, dan sewaktu-waktu jalanan kampung sering digunakan untuk latihan tari. Dorami merupakan permintaaan anak-anak kampung ketika Sinyo sedang melukis. 

“Karena ingin mencerminkan ruang yang baik untuk anak-anak, maka dibikin Tari Remo, Dorami, dan lain sebagainya,” jelasnya. 

Ayos Purwoaji, moderator pada diskusi menekankan bahwa lukisan banner yang diciptakan oleh Sinyo merupakan penggambaran kebiasaan di Kampung Plampitan, sekaligus keterlibatan masyarakat dalam Pameran Ritus Liyan. 

Penulis: Muhammad Naqsya Riwansia

Editor: Feri Fenoria

Baca Juga:

Menuju ICAS, AIIOC Buka Pameran Seni Ritus Liyan Bersama Masyarakat Kampung Plampitan Surabaya

Diskusi AIIOC dan Museum Etnografi Bahas Praktik Perawatan Makam Kampung Plampitan