UNAIR NEWS – Penerapan energi bersih ramah lingkungan sangat diperlukan pada berbagai sektor. Saat ini, pemerintah Indonesia dan dunia sangat gencar menyuarakan pemanfaatan EBT sebagai energi bersih yang terbaharui.
Kepulauan Bintan sebagai salah satu pulau yang berdekatan dengan negara tetangga, tentu harus memiliki identitas kuat supaya mampu bersaing. Dari sektor pariwisata, Bintan sangat potensial, terlebih didukung oleh alamnya yang masih asri dan dikelilingi pantai dan bakau yang indah.
Selain itu, cuaca di Bintan ternyata juga sangat mendukung pengoptimalan EBT. Saat ini telah ada satu wilayah Bintan yang sudah sangat terkenal hingga mancanegara, yakni Lagoi Bay.
Lagoi merupakan tempat wisata yang seringkali dikunjungi turis lokal maupun luar negeri. Dengan pesonanya yang indah dan berkarakter, Lagoi terus memancing wisatawan berdatangan. Hal ini tentu akan memompa perekonomian di Bintan.
Namun, sayangnya pengoptimalan EBT di Lagoi juga masih sangat minim. Seperti dari suplai listrik yang belum sepenuhnya memanfaatkan EBT. Terlebih dengan aktifitas yang begitu padat dan banyaknya wisatawann, maka suplai listrik di Lagoi tentu sangat besar.
Menanggapi hal ini, Prof Dr Retna Apsari selaku Wakil Dekan III FTMM menegaskan bahwa Lagoi sudah sangat bagus. Namun yang disayangkan adalah kurangnya pemanfaatan energi baru dan terbarukann.
“Potensi pariwisata perlu dikembangkan, namun penggunaan affordable energy juga harus massif. Harus diimbangi lah, jangan sampai pariwisata maju tapi kita melupakan cadangan listrik yang terus menurun, terlebih dengan energi yang kurang bersih,” jelasnya.
Dalam hal mendukung penyempurnaan pemanfaatan EBT, FTMM UNAIR telah bekerja sama dengan FT UMRAH serta Pemerintah Kabupaten Bintan. Tujuannya untuk turut serta memajukan Bintan, baik dengan program penelitian maupun kolaborasi pengabdian, atau program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Wadahnya, sambung Prof Retna, sudah banyak. Mahasiswa UNAIR juga kompeten pada bidang clean energy. Hal ini tentu tidak melupakan dosen pembimbingnya sebagai expertise yang dengan sabar membimbing.
“Masyarakat ini kan mitra yang akan menikmati hasil hilirisasi riset kami (sivitas akademika, Red). Maka, supaya tidak hanya riset di laboratorium, juga wajib di lapangan. Tujuannya agar melihat langsung problematika yang nyata,” tandasnya.
Seperti di Lagoi, lokasi pariwisata unggul ini pasti akan lebih menarik wisatawan dan mata dunia, jika memiliki karakter unik. Contohnya dalam hal clean energy. “Ini kan masih jarang. Jadi Lagoi ini bisa menjadi pionir, dan nanti dunia akan berkaca pada Lagoi yang sudah menerapkan clean energy,” ucap Prof Retna.
“Pemakaian kendaraan listrik, charging station, hingga listrik yang terpakai secara perlahan harus dialihkan ke energi baru terbarukan. Hal ini senada dengan rencana nasional pemerintah terkait energi bersih EBT,” jelasnya.
Pada akhir, Prof Retna menekankan bahwa FTMM siap berkolaborasi turut mengembangkan pariwisata dengan energi bersih. Selain itu, berbagai alat hasil riset dosen juga dapat diterapkan, seperti AirFeel, ISYANA, drone medis, dan lain sebagainya. (*)
Editor: Binti Q. Masruroh