Universitas Airlangga Official Website

Partisipasi Pemilih Pilkada Menurun, Pakar UNAIR: Ancam Kualitas Demokrasi

Pemilih melakukan pencoblosan di bilik suara pada pilkada 2024
Ilustrasi Pilkada 2024 (Foto: Detikcom)

UNAIR NEWS – Partisipasi pemilih dalam Pilkada tahun 2024 menunjukkan tren penurunan yang signifikan. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada kali ini berada di bawah 70 persen. Angka ini menunjukkan penurunan drastis daripada Pilkada 2020 yang mencapai 76,09 persen.

Irfa’i Afham SIP MSi, Pakar Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR), menyebut fenomena ini mencerminkan skeptisisme masyarakat terhadap proses politik. Ia menambahkan bahwa banyak masyarakat menilai bahwa politik tidak berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari. “Voting tidak dianggap prioritas, bahkan ketika pemerintah menetapkan hari libur Pilkada,” jelasnya. 

Irfa’i menjelaskan bahwa sejumlah masalah daerah yang tidak kunjung selesai, seperti kemiskinan, ketimpangan pembangunan, hingga maraknya kejahatan sosial, turut menyumbang rasa frustrasi publik. Praktik politik transaksional dan ketidaknetralan aparat juga semakin memperburuk kepercayaan publik. “Publik semakin rasional, tapi kurangnya pendidikan politik mengarah pada rendahnya partisipasi pemilih,” tambahnya.

Irfa’i Afham SIP MSi, pakar ilmu politik Universitas Airlangga (Foto: Dok. Narasumber)

Penurunan partisipasi ini tidak hanya berdampak pada legitimasi pemimpin terpilih, tetapi juga pada kualitas demokrasi secara keseluruhan. Irfa’i menegaskan bahwa jika masalah ini tidak segera teratasi maka siklus apatisme politik akan terus berlanjut dan memperlemah demokrasi, terutama di tingkat daerah. “Rendahnya partisipasi membuat legitimasi pemimpin dipertanyakan. Ketika praktik politik transaksional dinormalisasi karena alasan biaya politik yang tinggi, hal ini menurunkan kualitas demokrasi kita,” terang Irfa’i.

Sebagai langkah awal, Irfa’i menekankan pentingnya perbaikan demokrasi di internal partai politik. Ia mengatakan bahwa partai politik perlu memprioritaskan kaderisasi kepemimpinan yang demokratis, bukan hanya memilih kandidat yang memiliki modal besar. 

“Penting pula memastikan netralitas aparat untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemilu. Selain itu, generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, harus kita ajak terlibat aktif dalam isu-isu politik yang berdampak langsung pada kehidupan mereka,” tambahnya. 

Irfa’i mencatat bahwa fenomena serupa juga terjadi di negara-negara demokrasi maju, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. Di negara-negara itu, masyarakat yang rasional cenderung tidak memilih jika menilai bahwa voting tidak membawa manfaat. Namun, hal itu tidak berarti mereka tidak peduli terhadap politik. “Dari pengalaman negara-negara lain, kita perlu meningkatkan kualitas pemilu. Netralitas aparat, khususnya kepolisian, harus dijaga agar kepercayaan publik tidak runtuh,” tegasnya.

Irfa’i menutup dengan harapan agar upaya peningkatan kualitas demokrasi berjalan secara konsisten di semua tingkatan, dari pusat hingga akar rumput. “Hanya dengan langkah-langkah ini, kita dapat memperkuat demokrasi Indonesia,” pungkasnya.

Penulis: Hana Mufidatuz Zuhrah

Editor: Edwin Fatahuddin