UNAIR NEWS – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia beberapa hari lalu mulai menerapkan kebijakan plastik berbayar. Kebijakan ini menuai banyak respon dari beragam kalangan, salah satunya Ucu Martanto, S.IP., MA, selaku staf pengajar pada Departemen Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga.

“Kebijakan plastik berbayar tergolong terlambat diberlakukan. Plastik ini telah menjadi problem besar sejak lama,” ujar Ucu ketika diwawancarai di kantor ‘Centre of Security and Welfare’ Departemen Politik FISIP UNAIR.
Walaupun terlambat, Ucu menilai, bahwa kebijakan ini bisa mempersuasi publik untuk tidak menggunakan kantong plastik, dan beralih menggunakan tas belanja non-plastik. Akan tetapi, untuk membuat kebijakan ini berhasil, pemerintah perlu didukung oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM).
“Untuk mengubah gaya hidup masyarakat, LSM perlu melakukan edukasi langsung kepada masyarakat. Untuk aksi (mengurangi plastik), tidak selamanya harus bergantung pada pemerintah. Masyarakat harus ikut andil,” imbuh pakar politik lingkungan.
Peran sivitas akademika
Sivitas akademika juga memiliki peran untuk mengurangi penggunaan plastik. Tak jarang, dalam berbagai aktivitas, kantong plastik digunakan dalam jumlah yang berlebihan. Akibatnya, sampah menumpuk dalam jumlah yang besar.
Lulusan program master di University for Peace di Kostarika ini berharap agar UNAIR merespon kebijakan plastik berbayar melalui ide-ide kreatif. Ucu mengatakan bahwa UNAIR sebaiknya memiliki program skema yang berisi indikator-indikator kampus berkelanjutan. Program itu memiliki tiga aspek penting, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi.
Dalam aspek lingkungan, misalnya, indikator itu digunakan menilai kebijakan pengolahan sampah, penggunaan air, listrik, kertas, dan lain-lain. Dalam aspek sosial, program kampus berkelanjutan itu merupakan sebuah langkah kecil agar sivitas akademika peduli lingkungan yang kemudian bisa berdampak pada masyarakat sekitar. Sedangkan, dalam aspek ekonomi, program ini bisa dijadikan sebagai bisnis yang bermanfaat bagi UNAIR.
“Untuk itu, UNAIR perlu membuat grand framework yang memungkinkan ketiga aspek di atas dikelola. Sebagai world class university, UNAIR perlu merespon kebijakan ini melalui program yang berkaitan dengan lingkungan,” tambah Ucu. (*)
Penulis: Ahalla Tsauro
Editor: Defrina Sukma S