Universitas Airlangga Official Website

Pemanfaatan Kulit Buah Naga Merah sebagai Bahan Anti-Bakteri pada Periodontitis

Foto by Sukabumi Update

Keradangan pada jaringan penyangga gigi atau periodontitis merupakan salah satu penyakit rongga mulut yang banyak terjadi di Indonesia, dengan prevalensi lebih dari 70% pada tahun 2018. Periodontitis disebabkan oleh bakteri, dan tiga bakteri yang paling sering dianggap sebagai penyebab terjadinya periodontitis adalah Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum, dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans. Bakteri ini memiliki faktor virulensi bernama lipopolisakarida  yang merupakan komponen utama dinding sel bakteri yang dapat yang merangsang terjadinya keradangan. 

Prinsip utama perawatan periodontal adalah mengurangi peradangan dan menghentikan progresivitas penyakit. Penanganan dapat berupa terapi non bedah serta penggunaan obat antibiotik, namun terapi dengan antibiotik dalam waktu lama berisiko menyebabkan resistensi, oleh karena itu diperlukan obat alternatif yang memiliki efek antibakteri. Pemanfaatan bahan herbal telah banyak diteliti sebagai bahan alternatif pengganti obat konvensional, salah satunya adalah buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Kulit buah naga sebanyak 30-35% dari berat buahnya dan seringkali hanya dibuang sebagai sampah, meski demikian kulit buah naga mengandung senyawa yang efektif sebagai agen anti bakteri dan antioksidan alami, sehingga ekstrak kulit buah naga merah dapat menjadi salah satu alternatif untuk pengobatan penyakit periodontitis. Kandungan terpenoid dan flavonoid pada kulit buah naga merah dapat menghambat aktivitas pada dinding sel bakteri dan mengakibatkan kematian.

Ekstrak kulit buah naga merah yang dijadikan partikel nanoemulsi dengan ukuran kurang dari 1000 nm, memiliki kelebihan yaitu dapat meningkatkan penyerapan, membuat penetrasi obat lebih cepat dan lebih efisien, sehingga ekstrak kulit buah naga merah dalam bentuk nanoemulsi merupakan bahan yang menjanjikan untuk digunakan dalam terapi periodontitis. Pada penelitian yang dilakukan, ektrak maupun nanoemulsi kulit buah naga merah dijadikan formula patch gingiva, yang memiliki fleksibilitas baik dan tidak mudah larut dalam saliva. Selain itu, formulasi patch gingiva memiliki bioavailabilitas yang baik, yang menyebabkan penghantaran dan penyerapan obat lebih baik setelah aplikasi. Sifat mukoadhesif patch menyebabkan fleksibilitas yang baik dan ukuran yang sesuai di rongga mulut dan tidak mudah larut dalam air liur.

Pada penelitian ini, ekstrak dan nanoemulsi kulit buah naga merah dalam patch gingiva dieksplorasi sifat antibakterinya terhadap Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum, dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans, dan  dibandingkan dengan doxycycline.

Pada penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa kulit naga merah baik dalam bentuk ekstrak maupu nanoemulsi mempunyai efek antibakteri terhadap Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum, dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans yang ditunjukkan dengan meningkatnya konsentrasi, efek penghambatan pertumbuhan pada bakteri tersebut juga meningkat. Nonoemulsi dari ekstrak kulit buah naga merah menunjukkan efek anti-bakteri  terhadap Porphyromonas gingivalis, Fusobacterium nucleatum, dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans yang lebih baik dibandingkan dalam bentuk ekstrak. Berdasarkan hasil penelitian, kulit buah naga merah dapat dipertimbangkan untuk pengembangan lebih lanjut untuk digunakan untuk terapi periodontitis.

Penulis: Dr. Indeswati Diyatri, drg., M.S.

Informasi lebih detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di : Indeswati Diyatri, Wisnu Setyari Juliastuti, Rini Devijanti Ridwan,Ghinalya Chalbi Ananda, Fuad Adhi Waskita, Nita Vania  Juliana, Shafa Putri Khansa, Reinaya Tifa Pratiwi, Cindy Ramadhan Putri, dengan judul: Antibacterial effect of a gingival patch containing nano-emulsion of red dragon fruit peel extract on Porphyromonas gingivalis, Aggregatibacter actinomycetemcomitans, and Fusobacterium nucleatum assessed in vitro. Journal of Oral Biology and Craniofacial Research 13 (2023) 386–391. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212426823000386.