Kepuasan dalam hubungan perkawinan adalah gambaran adanya hubungan yang baik antar pasangan dalam rumah tangga. Hubungan suami dan istri yang baik menghasilkan dukungan emosi yang baik, rasa aman, dan kebersamaan. Disisi lain, hubungan pasangan yang tidak memuaskan berdampak pada suasana emosi negative, stress, perceraian, dan bahkan pada masalah kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, bahkan munculnya ide bunuh diri. Berbagai penelitian menyebutkan kehidupan perkawinan yang buruk berisiko terhadap penggunaan obat-obtan atau alkohol, pengabaian anak, dan perceraian.
Sebuah penelitian dilakukan diantara pasangan di Indonesia dan Malaysia untuk menelusuri factor-faktor yang berkontribusi terhadap kepuasan hubungan antar pasangan. Hubungan pasangan yang dinilai positif oleh kedua pihak diyakini dapat meningkatkan status kesehatan mental keduanya. Penelitian ini menengarai berbagai factor yang dapat memengaruhi hubungan pasangan, baik yang bersifat positif maupun negative.
Menurut para penulis, konflik dalam perkawinan karena mengakibatkan salah satu pihak merasa tidak dihargai, terjebak, frustrasi, tidak mendapatkan dan memiliki kehangatan emosi yang akhirnya juga berdampak kepada perlakuan kepada anak-anak. Padahal kehidupan perkawinan adalah sebuah proses memberi dan menerima dan kedua pihak pasangan harus berjuang untuk mewujudkannya dan menunjukkan penghargaan satu sama lain atas kontribusi yang diberikan. Mekanisme saling memberi dan menerima inilah yang dapat mengurangi munculnya konflik pasangan dan dikuatkan oleh adanya pandangan bahwa saya bermakna bagi pasangan atau orang lain.
Keyakinan bahwa diri bermakna bagi orang lain atau pasangan dapat terjadi pada mereka yang mampu menjaga jarak emosional dirinya dari orang lain secara seimbang. Mereka tidak memerlukan validasi, perhatian, dan pengakuan berlebihan atas perannya, atau tidak merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada pasangannya. Contoh yang menunjukkan kebermaknaan peran ini adalah adanya pembagian peran gender yang seimbang dalam tugas-tugas mengelola kegiatan di rumah.
Penelitian yang dilakukan di dua negara tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa partisipasi pasangan dalam tugas-tugas rumah tangga dilihat sebagai adanya pembagian peran gender yang setara dan menyebabkan munculnya rasa kebermaknaan dalam hubungan. Partisipasi dan kebermaknaan peran menjadi dasar terjadinya hubungan pasangan yang memuaskan dan akhirnya pada kehidupan perkawinan yang harmonis. Apa yang dihasilkan oleh para peneliti ini dapat dijadikan sebagai panduan dalam membangun rumah tangga.
Model pembagian kerja dalam rumah tangga sangat berbeda antara pasangan muda milenial dengan pasangan yang masih menggunakan pendekatan tradisional. Masing-masing pihak perlu memahami tujuan perkawinan, membuat kesepakatan sesuai konteks dan menghargai setiap kontribusi pasangannya. Orangtua atau orang dewasa yang berperan memberikan nasehat pada pasangan muda, dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk nasehat perkawinan. Pasangan yang saling mendukung, berbagi, dan mengakui peran masing masing akan menciptakan perkawinan yang sehat dan mengurani perceraian, dan secara kseluruhan menciptakan kepuasan hidup yang tinggi dan mental yang sehat untuk semua anggota keluarga.
Penulis: Endang Retno Surjaningrum
Sumber: International Journal of Public Health Science Vol. 13. No. 1, Achieving relationship satisfaction: household gender equality and mattering