Universitas Airlangga Official Website

Pendidikan dalam Bayang-Bayang Covid-19

Ilustrasi oleh maduraindepth

Surat bertajuk Pedoman Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2020yang ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 29 April itu dengan gamblang menuliskan “Belajar dari Covid-19” sebagai tema Hardiknas tahun ini.Apa yang bisa diambil sebagai pelajarandari kondisi dan wajah pendidikanselama masa pandemi Covid-19 ini?

Mendadak Daring

Apabila ada pertanyaan istilah apakah yang paling kerap digunakan, dan dalam beberapa hal ‘diresahkan’ dalam ranah pendidikan di masa tanggap darurat pandemi Covid-19 ini, maka e-learning atau pembelajaran daring barangkali salah satunya. Akar masalahnya jelas, perangkat pembelajaran yang mayoritas dirancang dengan asumsi akan diselenggarakan secara ‘konvesional’ atau tatap muka secara langsung itu harus lekas diubah ke dalam mode pembelajaran daring. ‘Mendadak daring’, barangkali begitulah istilahnya. Tidak sedikit yang lantas mengalami gegar-budaya terhadap pemberlakuan ‘mendadak daring’ ini.

Para pengajar mengeluh karena harus beradaptasi dengan berbagai macam aplikasi baru yang nyaris sebelumnya tidak pernah dijamah. Siswa mengeluh karena tugas datang bertubi-tubi. Mahasiswa komplain karena anggaran untuk pulsa internet kini berlipat ganda, dan tak semua koneksi lancar khususnya di daerah pedesaan. Orang tua pun terkena imbasnya: sementara beradaptasi dengan mode kerja dari rumah atau bahkan mencari cara baru bertahan hidup, juga masih harus mendampingi anak-anaknya mengerjakan tugas dari sekolah. Virulensi Covid-19 ini, dengan demikian, begitu tingginya hingga bisa menjangkau berbagai sendi kehidupan. Tak terkecuali cara seseorang belajar dan mengajar.

Mengubah Habitus

Apabila dicermati, fenomena mendadak daring ini sesungguhnya memberi inspirasi bagi seluruh stakeholder pendidikan di Indonesia untuk melakukan improvisasi dan inovasi dalam beberapa hal. Pertama, menambahkan aspek kecakapan dalam menggunakan teknologi informasi sebagai salah satu aspek penting dalam perangkat pembelajaran mulai dari kurikulum, rencana pembelajaran semester (RPS)atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), hingga pada detil terkecil seperti kemampuan menyusun soal dan aktivitas pembelajaran lain baik secara synchronous (komunikasi daring langsung)  maupun asynchronous (tak langsung). UU Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasionalsesungguhnya sudah mengatur pembelajaran daring, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda yakni Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Meskipun demikian, tantangan implementasi amanat undang-undang tersebut sangat kompleks meliputi infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia, dan substansi materi yang diajarkan.

Kedua, terkait dengan tantangan tersebut, perlu dirancang platform pembelajaran daring yang resmi dan standar serta bisa dimanfaatkan secara mudah untuk seluruh institusi pendidikan di Indonesia. Bukan rahasia bahwa selama ini, institusi pendidikan masih mengandalkan platform dari luar baik yang gratis (open source) maupun berbayar. Masalah keamanan dan privasi data lantas muncul, seperti yang akhir-akhir ini terjadi pada salah satu aplikasi video chat online terkemuka. Jargon merdeka belajar sudah semestinya ditindaklanjuti dengan semangat kemandirian dalam menciptakan aplikasi-aplikasi atau juga platform pembelajaran daring yang sesuai dan menciptakan rasa aman bagi penggunanya.

Ketiga, mengadakan pelatihan pembelajaran daring yang terstruktur, mudah diakses, dan berkelanjutan. Sebab, kebijakan yang produktif adalah yang tidak sekadar regulatif melainkan juga akomodatif dan edukatif. Dalam hal ini, pemerintah wajib memberi pelatihan dan bentuk fasilitasi lain untuk mengakselerasi keterampilan para pengajar dalam memanfaatkan berbagai fitur teknologi informasi guna menunjang performa mengajarnya. Prinsip kolaborasi antara pemerintah, sekolah, kampus, dan pihak swasta atau independen layak dikedepankan karena karakter intermedialityatau lintas-media yang menjadi prinsip pembelajaran daring memprasyaratkan kemampuan lintas disiplin.

Keempat, penyediaan akses internet yang murah dan merata sebab nafas pembelajaran daring adalah internet. Kenyataan yang terjadi, kualitas jaringan internet masih tidak merata. Tarif pulsa data juga tak bisa dibilang murah, terlebih di masa pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketika perekonomian mulai terdampak secara signifikan. Pemerintah harusnya mampu memfasilitasi penyelenggaraan pembelajaran daring ini dengan memberikan paket internet gratis khusus bagi aktivitas belajar dan mengajar. Tidak akan sulit, rasanya, selama ada kemauan melakukan intervensi berupa kebijakan maupun berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan penyedia layanan internet.

Kelima, pada akhirnya, tantangan terbesar adalah mengubah habitus belajar dan mengajar yang selama ini terlanjur melekat pada masyarakat. Harus diakui bahwa habitus, dalam hal ini adalah skema kesadaran dan praktik yang dimiliki individu, dalam belajar dan mengajar masih sangat konvensional: sekolah dan kampus adalah tempat belajar dan mengajar. Di luar itu, baik pemelajar maupun pembelajar seakan sukar berkonsentrasi sehingga mutu proses belajar mengajar menjadi tereduksi. Pada titik inilah, metode pembiasaan secara berulang-ulang, tentu dengan prasyarat empat hal di atas, menjadi wajib dicoba. Kesadaran tidak bisa secara instan diubah; pun perilaku butuh teknik pendisiplinan yang rapi dan kontinu. Maka, dibutuhkan investasi modal kultural, ekonomi, dan sosial yang berkelanjutan untuk bisa mencapainya.

Pada akhirnya, kita tidak pernah tahu kapan pandemi ini berakhir, atau apakah/kapankah situasi seperti ini bisa terulang kembali. Maka, tindakan terbaik adalah membiasakan diri dengan proses pembelajaran daring sembari tak henti berkolaborasi serta mengeksplorasi ide-ide bagi terselenggaranya pendidikan yang bermutu, adil, dan merata bagi setiap insan di Indonesia.

Oleh: Kukuh Yudha Karnanta
Link terkait tulisan di atas: https://www.pressreader.com/indonesia/jawa-pos/20200510/282179358260483