Permasalahan pada penegakan diagnosis tumor paru merupakan tantangan bagi praktisi khususnya ahli paru dalam menentukan diagnosis tumor paru. Umumnya, pasien dirawat di rumah sakit dengan stadium lanjut dan keterbatasan fisik untuk melakukan prosedur diagnostik invasif. Pengambilan spesimen dengan jarum halus (FNAB) saat ini dirasakan sudah tidak memenuhi lagi untuk kebutukan diagnosis tumor paru. Pada beberapa kasus, terdapat keterbatasan dan kekurangan dimana sampel sitologi bahan FNAB tidak cukup untuk menentukan diagnosis tumor paru. Oleh karena itu, pasien harus menjalani prosedur diagnostik lain dengan melakukan prosedur biopsi ulang menggunakan jarum yang lebih besar (core needle biopsy/CNB) atau biopsi terbuka.
CNB adalah prosedur pengambilan sampel dari jaringan tumor menggunakan hollow core needle yang berukuran antara 11-16 gauge untuk mengumpulkan sampel sel dari sebuah tumor sehingga bisa diperiksa di bawah mikroskop. Di era personalized medicine ini, perlu tehnik penegakan diagnosis tumor paru dengan jumlah spesimen yang mencukupi baik untuk pemeriksaan histopatologi dan juga untuk pemeriksaan imunohistokimia. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha menganalisis kesesuaian hasil patologi anatomi antara bahan CNB dan FNAB pada tumor paru perifer.
Partisipan dalam penelitian ini adalah pasien tumor paru yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Partisipan yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah pasien dengan tumor paru perifer berdasarkan pemeriksaan rontgen dada, ultrasound, dan CT scan, dan mereka yang dapat melakukan biopsi perkutan menggunakan panduan ultrasound toraks. Sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien dengan skor kinerja <50 atau hemodinamik tidak stabil, efusi pleura masif yang tidak diobati, tumor mediastinum, tumor paru sentral, kondisi penyakit paru penyerta, gangguan fungsi hemostatik, dan hasil patologi anatomi baik dari biopsi maupun FNAB atau CNB yang tidak keluar.
Sebagian besar peserta adalah laki-laki (81,8%), berusia >50 tahun (77,3%), dengan gejala pernapasan terbanyak adalah batuk kronis (63,6%). Sebagian besar tumor terletak di paru kanan (62,1%) dan sebagian besar berada di lobus superior kanan (34,8%). Sebagian besar peserta memiliki jarum yang dimasukkan di anterior (66,7%). Sebagian besar tumor berukuran >70 mm sebanyak 39,4%, dan sebagian besar partisipan tidak mengalami komplikasi pasca FNAB dan CNB. Sebagian besar peserta memiliki dua tusukan di setiap teknik (FNAB = 93,9% dan CNB = 63,6%). Pada kedua kelompok didapatkan hasil keganasan anatomis, yaitu FNAB 57,6% dan CNB 71,2%. Materi pada kedua kelompok dinyatakan memadai, yaitu FNAB sebesar 72,7% dan CNB sebesar 89,4%.Penelitian ini tidak menemukan hubungan antara usia, ukuran lesi, dan jumlah jarum FNAB yang lewat dengan kejadian komplikasi. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Capalbo melaporkan usia sebagai faktor yang mempengaruhi komplikasi, dengan kejadian pneumotoraks karena CNB dilaporkan mayoritas pada pasien muda, perdarahan parenkim pada orang tua, dan komplikasi lebih banyak terjadi di paru kanan. Lima puluh persen kasus pneumotoraks terjadi pada lobus superior paru pada teknik CNB, 40% perdarahan parenkim pada lobus inferior pada FNAB. Dalam hal ukuran, teknik CNB lebih rumit daripada FNAB pada lesi yang berukuran kurang dari 3,5 cm. Namun, tidak seperti penelitian kami, penelitian Capalbo tidak dilakukan bersamaan dengan biopsi sehingga tidak ada detail yang diberikan mengenai kejadian komplikasi dari masing-masing teknik. Parameter yang berhubungan dengan komplikasi adalah akses jarum, ukuran lesi, usia, diameter jarum, dan jumlah needle pass. Dari segi usia, perdarahan parenkim paru dan komplikasi hemoptisis lebih sering terjadi pada lansia yang menjalani CNB, kemungkinan karena mereka biasanya menggunakan terapi antikoagulan karena penyakit penyerta. Tidak ada korelasi yang signifikan antara jumlah jarum yang disuntikkan dengan komplikasi dan akurasi diagnostik karena rata-rata keberhasilan hanya dengan 1 kali tusukan, berbeda dengan penelitian lain yang melaporkan pneumotoraks akan lebih sering terjadi pada mereka yang menjalani banyak tusukan jarum karena hal ini dapat menyebabkan banyak tusukan jarum. trauma pada pleura atau sehingga jarum koaksial diperlukan di masa depan
Dalam penelitian ini dihasilkan bahwa pengambilan spesimen dengan core biopsy lebih mencukupi untuk kebutuhan jaringan. Terdapat kesesuaian antara hasil patologi anatomi dari bahan FNAB dan CNB untuk diagnosis tumor paru. CNB menunjukkan hasil yang lebih baik dalam mendeteksi keganasan anatomis dan kecukupan spesimen.
Judul artikel: Conformity of Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) and Core Needle Biopsy (CNB) in peripheral lung tumor patients: A cross-sectional study
Penulis : Isnin Anang Marhana, Kadek Widianiti, Etty Hary Kusumastuti
Source: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2049080122001832