Kulit melindungi organ dan jaringan di bawah tubuh manusia dari bahaya lingkungan, termasuk radiasi ultraviolet, bahan kimia, alergen, dan mikroorganisme. Kulit juga memainkan peran penting dalam proses homeostasis dengan mengatur suhu tubuh dan tekanan darah. Kulit sebagai organ yang berinteraksi langsung dengan lingkungan seringkali mengalami luka akibat pembedahan, luka bakar, dan kecelakaan. Kulit dapat terinfeksi selama proses penyembuhan, di mana mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dan berkembang biak. Infeksi itu sendiri dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain bakteri, virus, jamur, dan parasit. Faktanya, semua luka terbuka mengandung dan terkontaminasi dengan tingkat bakteri yang berbeda sampai penutupan luka yang sukses telah tercapai.
Salah satu bakteri yang sering menyebabkan infeksi luka pada kulit adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan flora normal yang ditemukan pada kulit. Infeksi Staphylococcus aureus dapat ditularkan secara langsung melalui selaput lendir yang bersentuhan dengan kulit sehingga menyebabkan peradangan bernanah. Obat sintetik yang mengandung berbagai bahan kimia untuk mengobati infeksi luka telah banyak dikembangkan dan tersedia di pasaran. Namun, obat sintetik yang mahal ini memiliki efek samping dan dapat membahayakan organ vital karena dapat menjadi racun. Salah satu contoh obat sintetik yang paling sering digunakan dalam penyembuhan luka terutama pada kulit adalah povidone-iodine. Antiseptik ini dianggap sebagai alternatif yang aman untuk antibiotik untuk operasi dengan risiko tinggi infeksi luka yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri operatif. Oleh karena itu, Chromolaena odorata (Tekelan) dianggap sebagai alternatif pengganti yang murah dan efisien dengan efek samping yang lebih sedikit dan tingkat toksisitas yang lebih rendah.
Chromolaena odorata adalah sejenis gulma yang cepat tumbuh dan menutupi area terbuka, seperti perkebunan. Herbisida yang digunakan dalam pembasmian gulma ini dapat menyebabkan pencemaran pada tanah dan lingkungan sekitarnya. Meskipun tanaman ini menimbulkan masalah, penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya, Aceh) secara tradisional telah terbiasa menggunakan daun tekelan untuk mengobati diabetes dan luka kulit. Daun tekelan juga telah diterapkan secara tradisional di Vietnam dan beberapa negara tropis lainnya untuk mengobati gigitan lintah, cedera jaringan lunak, luka bakar, dan infeksi kulit. Infusnya diekstraksi dengan cara meremas daun muda sampai patah, dan cairan yang dihasilkan digunakan untuk mengobati luka kulit. Daun tekelan dapat digunakan sebagai pengobatan malaria atau penyakit kuning atau agen antipiretik karena memiliki efek antibakteri, antijamur, dan antiprotozoal. Daun tekelan mengandung flavonoid, saponin, dan tanin. Senyawa flavonoid diketahui berfungsi sebagai antibakteri, antijamur, antivirus, dan antiinflamasi. Saponin merangsang pembentukan kolagen yang merupakan protein struktural yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Saponin serta tanin memiliki fungsi antibakteri.
Mengenai proses penyembuhan sampel yang terinfeksi Staphylococcus aureus, terdapat perbedaan histopatologi antara kulit yang sembuh dengan pemberian infus daun tekelan (Chromolaena odorata) dan yang diberi povidone-iodine 10%. Sampel pada kelompok P1 (pemberian povidone-iodine 10%) berbeda nyata dengan kelompok tanpa perlakuan (P0), pemberian infus 5% (P2), dan pemberian infus 10% (P3). Infus 20% (P4) tidak menunjukkan perbedaan bermakna yang berarti pemberian povidone-iodine 10% memiliki nilai penyembuhan yang lebih baik daripada alternatif pengobatan lainnya. Oleh karena itu, kelompok P4 dengan konsentrasi 20% memiliki nilai tertinggi di antara kelompok perlakuan lain yang mendekati nilai penyembuhan povidone-iodine 10%. Jumlah sel inflamasi paling sedikit diamati pada pengamatan histopatologis P1. Pasalnya povidone-iodine secara alami bertindak sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri dengan menghambat metabolisme enzim bakteri dan mencegah replikasinya. Pengurangan infeksi pada area luka menghasilkan proses penyembuhan luka yang normal.
Pada tahap awal proses penyembuhan luka, terjadi fase inflamasi dan pembentukan reactive oxygen species (ROS) yang dihasilkan oleh neutrofil dan makrofag sebagai bagian dari sistem imun untuk membantu mempercepat pembersihan luka. Selain dampak positif, ROS juga berdampak negatif. Ini adalah produk sampingan beracun dari metabolisme aerobik yang diperlukan untuk banyak reaksi pensinyalan penting. Biologi redoks melibatkan sedikit peningkatan kadar ROS yang mengaktifkan jalur pensinyalan untuk memulai proses biologis sementara stres oksidatif menunjukkan tingkat ROS yang tinggi yang mengakibatkan kerusakan DNA, protein, atau lipid.
Flavonoid sebagai antioksidan kuat dapat membasmi radikal bebas untuk melindungi tubuh terhadap ROS, meningkatkan fungsi antioksidan endogen, dan meningkatkan enzim antioksidan pada jaringan granulasi. Hal ini terlihat pada kelompok perlakuan yang mendapat infus Tekelan (Chromolaena odorata), khususnya pada P4. Pada kelompok ini, jumlah sel inflamasi dan fibroblas hampir sama dengan P1. Berbeda dengan kelompok lain, P0, P2, dan P3 memperoleh jumlah sel inflamasi dan fibroblas yang lebih banyak. Hal ini disebabkan adanya perbedaan konsentrasi P2 dan P3, dan terakhir pada kelompok P0 yang tidak mendapat perlakuan menyebabkan kecepatan proses penyembuhan paling lambat. Zat aktif tanin dan saponin dalam daun tekelan berperan sebagai antimikroba, meningkatkan kontraksi luka, dan laju epitelisasi.
Hal ini dibuktikan dengan penutupan seluruh epitel pada setiap kelompok perlakuan yang diberikan infusa daun tekelan (Chromolaena odorata). Saponin juga dapat meningkatkan reseptor TGF-β pada fibroblas untuk mengikat TGF-β, yang merupakan faktor pertumbuhan yang dibutuhkan oleh fibroblas dalam mensintesis kolagen. Kolagen merupakan matriks ekstraseluler yang berperan sebagai kerangka kerja untuk migrasi keratinosit. Pembentukan matriks ekstraseluler yang lebih padat akan merangsang proses epitelisasi keratinosit. Hal ini terlihat pada kelompok yang diberi infusa daun tekelan (Chromolaena odorata), dimana semakin tinggi konsentrasi infus maka proliferasi fibroblas semakin cepat terjadi dalam jumlah yang banyak sehingga mempercepat sintesis dan pematangan kolagen.
Tanin berperan dalam regulasi transkripsi dan translasi vascular endothelial growth factor (VEGF). VEGF yang bertindak menurut parakrin tidak hanya bekerja pada sel endotel pembuluh darah kulit tetapi juga pada keratinosit dan sel imun yang mendorong re-epitelisasi. Selain itu, VEGF merangsang angiogenesis dan memulihkan perfusi oksigen. Hal ini terlihat pada P2 dan P3, dimana sejumlah besar pembuluh darah baru terbentuk. Jumlah pembuluh darah baru akan terus berkurang sejalan dengan kecepatan penyembuhan luka dan pematangan jaringan granulasi berdasarkan jumlah infusa daun tekelan (Chromolaena odorata) yang terlihat pada kelompok P4. Penelitian ini membuktikan bahwa povidone-iodine 10% dan infusa daun tekelan dapat meningkatkan nilai penyembuhan luka sayatan pada mencit yang terinfeksi Staphylococcus aureus berdasarkan konsentrasinya. Demikian pula, konsentrasi optimal infus daun tekelan dianggap sebagai 20%. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, konsentrasi 20% diperoleh nilai tertinggi dan mendekati nilai dan kualitas povidone-iodine 10%.
Penulis: Dr. Iwan Sahrial Hamid, drh., M.Si.
Sumber: Arif Caesar Budi, Iwan Sahrial Hamid, Djoko Legowo. 2021. Tekelan Leaves (Chromolaena odorata) Infusion and 10% Povidone-Iodine on Incision Wound Healing Process of Mice (Mus musculus) Infected with Staphylococcus aureus. World Vet J, 11(1): 60-65, March 25, 2021