UNAIR NEWS – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno belakangan ini mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah Indonesia telah menyiapkan dana Rp 2 triliun untuk memfasilitasi konser dan acara internasional di tanah air. Pernyataan tersebut menanggapi kabar gagalnya Indonesia bersaing dengan Singapura untuk membawa Taylor Swift mengadakan konser di Indonesia.
Taylor Swift sebelumnya telah menandatangani kesepakatan dengan pemerintah Singapura untuk hanya menggelar konser di Singapura. Oleh karena itu, Singapura mendapatkan lonjakan ekonomi dan pariwisata akibat menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang menjadi tempat Taylor Swift untuk menggelar konser “The Eras Tour 2024”.
Kepada UNAIR NEWS (25/03/2024), Gitadi Tegas Supramudyo Drs Msi, pengamat kebijakan publik sekaligus dosen Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga (UNAIR), memberikan tanggapannya. Ia menyoroti rencana alokasi dana Rp2 triliun untuk gelar konser internasional setara konser Taylor Swift di Indonesia.
“Gagasan dari Menparekraf untuk membuat konser setara dengan konser Taylor Swift di Singapura layak untuk diapresiasi sebagai gagasan saja. Sebab, dana Rp 2 triliun merupakan jumlah yang sangat besar kalau tidak menghasilkan multiplier effect sebagaimana konser Taylor Swift di Singapura,” jelas Gitadi.
Perbedaan Kondisi
Menurut Gitadi, pemerintah khususnya Kemenparekraf perlu melakukan kajian dan analisis mendalam menggunakan berbagai perspektif. Sehingga perbedaan kondisi di Singapura dan Indonesia dapat terpetakan dengan baik. Ia menambahkan bahwa Singapura dan Indonesia jelas memiliki perbandingan yang cukup berbeda.
“Karena sebenarnya tidak apple to apple untuk membandingkan mengadakan konser, katakanlah di Jakarta dan Singapura. Dalam perspektif yang lebih rasional, saya melihat peluang Indonesia untuk mendapatkan manfaat seperti konser Taylor Swift di Singapura sangatlah kecil. Tidak sebanding dengan dana 2T yang direncanakan,” papar Gitadi.
Kemudian, Gitadi menyarankan pada pemerintah untuk fokus memberikan alokasi dana Rp2 triliun tersebut untuk sektor prioritas pembangunan pariwisata di Indonesia. “Jadi contohnya, kita disebut memiliki 10 tujuan wisata prioritas di Indonesia. Dana tersebut bisa kita fokuskan untuk pembangunan fasilitas yang lebih memadai agar para pengunjung tertarik untuk datang ke tujuan wisata tersebut,” tambah Gitadi.
Alternatif Pengembangan Pariwisata
Selanjutnya, Gitadi menyoroti pengembangan wisata heritage yang seharusnya bisa menjadi fokus pengembangan pariwisata oleh pemerintah. Hal tersebut, sambungnya, mendapatkan dukungan berupa kesadaran masyarakat lokal yang mulai menganggap pariwisata sebagai kebutuhan.
“Saya rasa masih banyak alternatif lain untuk mengembangkan pariwisata selain melalui konser yaitu dengan mengembangkan wisata heritage. Saya melihat wisata heritage itu masih lebih banyak pengelolaannya oleh pemerintah lokal. Sehingga jika nantinya ada alokasi dana untuk membangun fasilitas demi kenyamanan pengunjung. Maka itu akan masuk pada prioritas pembangunan pariwisata Indonesia,” jelas GItadi.
Gitadi berharap pemerintah dapat menganalisis kembali capaian dari alokasi dana yang ada agar memberikan keuntungan dan dampak ekonomi yang besar jika resmi terlaksana di Indonesia. Ia juga berharap lebih banyak inovasi dari pemerintah untuk mengembangkan sumber daya yang sudah tersedia.
“Harapannya, ada inovasi baru untuk pengembangan sumber daya yang sudah ada, sehingga tidak hanya meniru kisah sukses Singapura yang bisa mendatangkan Taylor Swift dan diterapkan mentah-mentah di Indonesia, itu terlalu gegabah. Perlu kita ingat bahwa tujuan penembangan pariwisata kreatif itu adalah membangun pariwisata di daerah-daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas,” pungkas Gitadi.
Penulis: Adinda Aulia Pratiwi
Editor: Yulia Rohmawati