Universitas Airlangga Official Website

Pengamat Politik Eropa Timur: Kita Harus Konsisten Membela Ukraina

Radityo Dharmaputra (tengah) dalam dalam forum Foreign Policy Community of Indonesia pada Jumat (24/2/2023). (Foto: FISIP UNAIR)
Radityo Dharmaputra (tengah) dalam dalam forum Foreign Policy Community of Indonesia pada Jumat (24/2/2023). (Foto: FISIP UNAIR)

UNAIR NEWS – Satu kewajiban moral bagi Indonesia untuk menyuarakan kondisi Ukraina. Itulah yang disampaikan oleh Radityo Dharmaputra S Hub Int M Hub Int RCEES IntM MA, pengamat politik kawasan Eropa Timur Universitas Airlangga. Hal tersebut ia sampaikan dalam forum Foreign Policy Community of Indonesia pada Jumat (24/2/2023).

Terhitung satu tahun sudah berlalu sejak perang antara Rusia dan Ukraina dimulai. Meskipun demikian, belum ada tanda-tanda perang akan berakhir dalam waktu dekat. Menurut Radityo, Indonesia harus tetap membela Ukraina.

“Indonesia selalu konsisten membela (korban invasi, red). Amerika dan Irak. Israel dan Palestina. Vietnam dan Kamboja. Tapi kenapa waktu Ukraina diinvasi Rusia, Indonesia tidak (membela, red)?” ungkapnya.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa perang itu ada karena keinginan Ukraina bergabung dengan NATO. Hal itu kemudian dianggap oleh Rusia sebagai ancaman. Akan tetapi, Radityo tidak setuju.

“Ini lebih besar dari itu. Ini tentang bagaimana Rusia melihat dirinya sendiri dan negara-negara bekas Soviet yang ada dan dianggap masih di dalam pengaruhnya. This is about many things other than NATO,” tutur dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNAIR itu.

Dalam hal ini, Radityo berpendapat bahwa Indonesia bisa melakukan lebih untuk menyelesaikan perang ini. Dirinya berkata, Indonesia harus terus mendukung Ukraina sampai bisa memukul mundur Rusia. Hal itu lantaran tidak ada tanda-tanda Rusia akan mengurangi tensi di Ukraina.

“Indonesia sebenarnya bisa menjadi sangat egois. Biarin aja perang sampai dua-duanya kelelahan. Tapi risikonya akan semakin banyak korban. Apa kita mau sampai tahap itu dulu sampai mau bertindak?” kilah Ketua Airlangga Center of European and Eurasian Studies itu.

Salah satu hal yang bisa dilakukan Indonesia adalah dengan mengirim langsung delegasi ke Rusia. Berdasar pengamatannya, hal itu belum pernah dilakukan.

“Delegasi bersama datang ke Rusia, minta secara langsung. Dulu waktu G20, Indonesia disebut-sebut mau kirim mediator. Mau jadi mediator tapi tidak pernah kirim delegasi dan special envoy jadi mediator. Tunjuk dan kerja sama dengan negara-negara lain. Kalau sudah dilakukan dan tidak mundur juga, berarti memang tidak ada jalan keluar selain dikalahkan.”

Penulis: Ghulam Phasa P

Editor: Khefti Al Mawalia