Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Di Indonesia, hipertensi merupakan penyakit yang banyak diderita masyarakat Indonesia, terutama pada lansia. Pada 2013, data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Republik Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 26,5%. Tekanan darah tinggi sendiri dapat meningkatkan penyakit kardiovaskular dan berpengaruh terutama pada kesehatan jantung, penyakit serebrovaskular, gagal ginjal, retinopati dan neuropati. Di dunia, penyakit kardiovaskular menyebabkan sekitar 17 juta kematian per tahun, hampir sepertiga dari total kematian. Dari jumlah tersebut, 9,4 juta kematian per tahun merupakan komplikasi dari hipertensi. Hipertensi bertanggung jawab atas setidaknya 45% kematian akibat penyakit jantung dan 51% kematian akibat stroke.
Pada tahun 2008, sekitar 40% orang dewasa di atas usia 25 tahun didiagnosis dengan hipertensi; angka ini meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 miliar pada tahun 2008. Negara yang menyumbang prevalensi hipertensi tertinggi adalah negara dengan negara berpendapatan rendah, seperti Afrika. Di Indonesia, penderita hipertensi pada usia 65-74 tahun sebanyak 57,6% dibandingkan penyakit lain [5]. Indonesia punya prevalensi penderita hipertensi sekitar 26%, di Provinsi Jawa Timur prevalensi 26,2% pada2013 dan prevalensinya di Kota Surabaya mencapai 22% . Dari studi pendahuluanyang dilakukan peneliti pada 20 April 2017, di salah satu kelurahan di Surabaya terdapat 28 dari 48 lansia dengan usia rata-rata 65 tahun mengalami hipertensi dengan tekanan darah sistolik>160 mmHg dan diastolik> 90 mmHg.
Faktor resiko peningkatan prevalensi hipertensi adalah pertambahan penduduk, penuaan dan gaya hidup tidak sehat seperti kelebihan berat badan, diet tinggi lemak dan garam, kurang aktivitas dan konsumsi alcohol. Salah satu faktor risiko yang bias berubah adalah Diet. Beberapa penelitian telah dilakukan tentang modifikasi pola makan pada pasien hipertensi, meski sampai saat ini hasilnya masih kontroversial. Salah satu nutrisi yang berperan menurunkan tekanan darah ada dalam buah dan sayuran Buah dan sayur dihipotesiskan dapat membantu menurunkan tekanan darah karena mengandung serat, kalium, magnesium, folat, vitamin C, dan flavonoid. Namun interaksi kandungan makanan dapat memberikan hasil yang berbeda pada tekanan darah. Selain itu, metode memasak atau menambahkan lemak dan bumbu dapat mempengaruhi efek menguntungkan dari sayuran. Salah satu sumber serat nabati yang dapat menurunkan darah tekanan adalah labu siam.
Sechium edule (Jacq.) Sw. (Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan endemik dari Meksiko yang dikenal dengan nama labu siam yang berasal dari Meksiko selatan (negara bagian Veracruz, Puebla, dan Oaxaca). Labu siam juga banyak tumbuh di Indonesia. Tanaman ini banyak diolah oleh orang Indonesia sebagai sumber serat nabati. Selain itu, masyarakat Indonesia percaya buah tanamanmampu menurunkan tekanan darah penderita hipertensi. Masyarakat Indonesia memanfaatkan labu siam menjadi berbagai olahan untuk membantu menurunkan tekanan darah. Proses pengolahan yang beragam dapat memiliki efek yang berbeda. Pengolahan labu siam yang biasa dilakukan di Indonesia adalah dikukus, diperas dan diambil dari sarinya lalu dibuat jus,akan tetapi belum ada penelitian yang menunjukkan bagaimana pengolahan labu siam yang paling efektif dalam menurunkan tekanan darah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metode pengolahan labu siam yang paling efektif dalam menurunkan darah tekanan pada lansia penderita hipertensi di Surabaya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga metode pengolahan labu siam yaitu dijus, dikukus, dan diperas.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental dengan tiga grup dan dilakuakn pemeriksaan tekanan darah sebelum dan sesudah konsumsi labu siam. Sampel dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Grup A, Grup B dan Grup C. Setiap grup menerima intervensi yang berbeda. Responden kelompok A mengkonsumsi labu siam kukus, kelompok B menerima labu siam yang dijus dan kelompok C mengkonsumsi labu siam yang diperas. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang bertempat tinggal di daerah pesisir khususnya Surabaya, Indonesia. Ada 51 responden; 17 responden dalam kelompok A, B dan C. Dosis labu siam adalah 100 gram per satu kali setiap hari. Labu siam dikonsumsi untuk 10 orang hari, setidaknya 1 jam setelah sarapan. Pada hari ke 11, peneliti mengukur tekanan darah masing-masing responden.
Hasil penelitian ini diketahu bahwa konsumsi jus labu siam paling optimal untuk menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Ini karena dalam proses penyajian jus labu siam tidak ada pengurangan zat atau bahan. Peneliti berpendapat bahwa penyajian labu siam dengan dijus merupakan proses memasak yang tidak mengubah komposisi labu siam, hanya terjadi proses perubahan bentuk dari padat menjadi cair. Berbeda dengan sajian lain seperti labu siam yang dikukus dan diperas. Pada kedua jenis penyajian tersebut, terjadi pengurangan zat dan bahan dalam labu siam. Pengurangan tersebut berdampak pada optimalisasi kandungan labu siam menjadi berkurang.
Labu siam yang diperas mengalami proses reduksi material. Selama proses penyajian, 100 gram labu siam yang diparut kemudian diperas, akan menghasilkan dua macam produk yaitu sari pati dan ampas. Labu siam yang dikonsumsi responden adalah sarinya saja dan ampasnya dibuang. Proses ini menyebabkan menurunkan komposisi kalium dan serat pada labu siam, dibandingkan dengan labu siam yang dijus. Dalam sebuah studi dilakukan oleh Beretta, M.V et al. (2018) diketahui bahwa ada hubungan antara meningkat konsumsi serat dan penurunan tekanan darah pada penderita diabetes.
Penyajian labu siam dengan cara dikukus dapat menurunkan komposisi kalium pada labu siam. Lewu M.N et al (2010) menyatakan terdapat penurunan yang signifikan pada kandungan kalium kolokasia esculenta (L.) schott setelah proses pengukusan. Hasil ini juga didukung oleh studi tentang. Bethke P.C et al (2008) yang menyatakan proses pengukusan kentang putih (Solanum tuberosum L.) dapat mereduksi tingkat kalium. Jadi, kandungan kalium pada labu siam kurang optimal dalam menurunkan tekanan darah.
Penulis: Rista Fauziningtyas
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/519/1/012005