Universitas Airlangga Official Website

Pentas Dramaturgi XX: Suguhkan Perjalanan Psikologis dan Imajinatif Masa Kini

Pementasan Dramaturgi XX bertajuk Elliot: Tentang Emma, dan yang Lain. (Foto: PKIP UNAIR)
Pementasan Dramaturgi XX bertajuk Elliot: Tentang Emma, dan yang Lain. (Foto: PKIP UNAIR)

UNAIR NEWS – Sebuah karya spektakuler kembali lahir dari mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (Basasindo) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR). Mereka sukses menyajikan pementasan tahunan untuk mata kuliah Dramaturgi pada Jumat (27/6/2025), bertempat di Gedung Kesenian Cak Durasim, UPT Taman Budaya Jawa Timur. Menginjak tahun ke-20, pentas kali ini bertemakan Magnifico Primrose, dengan mengangkat naskah Elliot: Tentang Emma, dan yang Lain karya Dyah Ayu Setyorini. 

Menghadirkan nuansa surealis, naskah yang dipentaskan itu berupaya menelisik konflik batin Emma, seorang perempuan pengidap tekanan mental, lantas menjelma sosok-sosok nyata dalam hidupnya: Elliot, sang kekasih, dan sang ibu. Melalui pertautan imaji-realitas, penonton diajak menyelami kesadaran diri akan hal yang mungkin selama ini masih menyisakan tafsir. Emma adalah representasi kegilaan yang tidak lagi dilihat sebagai konsep abstrak, melainkan juga membentuk dunia nyata.

“Terima kasih telah menjadi bagian dari ruang yang telah kami bangun untuk bersama. Pementasan ini adalah proses tumbuh kami dalam keterbatasan dan di dalam kebersamaan,” ujar Aulia Destya Putri selaku pimpinan produksi. 

Destya, sapaan akrabnya, membagikan cerita di balik layar produksi. Menurutnya, keputusan memilih naskah Elliot tidak datang tiba-tiba. Usai menjalani serangkaian diskusi dan kurasi, mereka pun menetapkan naskah yang belum pernah dipentaskan dalam sejarah Dramaturgi FIB UNAIR. “Biasanya kami mementaskan naskah realis. Namun, kali ini memang berbeda. Kami coba hadirkan tema surealis, dan tim pun menyetujui,” jelasnya.

Pementasan itu merupakan bagian dari ujian akhir mata kuliah Dramaturgi. Setiap tahun, mata kuliah tersebut rutin memproduksi karya dengan tim yang selalu berganti. Dosen pengampu sekaligus produser pentas, Puji Karyanto SS MHum menyebut pementasan tahun ini terasa istimewa. Meski hanya melibatkan 12 mahasiswa dan beberapa relawan luar kelas, pementasan tetap berlangsung penuh semangat dan kreativitas.

“Saya sangat mengapresiasi keberanian mereka. Meski jumlahnya sedikit, kualitas kerja tim luar biasa. Ditambah lagi, tahun ini didampingi oleh Pak Rizal Agung Kurnia SHum MPhil, dosen lulusan Rusia yang banyak memberi inspirasi dan pemahaman mendalam terkait dramaturgi,” jelas Puji.

Turut hadir juga memberikan apresiasi, Dr Mochtar Lutfi SS MHum, kepala Program Studi Basasindo. Ia menuturkan bahwa pementasan ini mencerminkan semangat kurikulum baru yang partisipatif dan kolaboratif sebab mahasiswa tidak lagi belajar terbatas pada ruang kelas.

“Dengan daya nekat dan niat yang luar biasa, teman-teman membuktikan bahwa kreativitas bisa hidup dalam keterbatasan. Ini adalah bukti bahwa pembelajaran bisa terjadi di mana saja,” ungkapnya dalam sambutan.

Menutup akhir, pementasan Elliot turut menuai respons hangat dari penonton. Nuansa musik, pencahayaan, dan properti panggung dinilai memberikan pengalaman visual yang kuat. “Saya amazed banget. Dari tata musik sampai lighting-nya keren. Yang menarik, isu mental yang dibawa related banget sama anak muda sekarang,” ujar salah satu penonton.

Karakter Emma disebut-sebut sebagai tokoh paling menonjol. Kemampuannya memerankan banyak sisi diri secara emosional memberi kesan mendalam bagi penonton. “Scene favoritku waktu para penyihir memanggil Emma berulang kali. Itu kuat banget. Rasanya seperti ikut masuk ke dalam pikirannya yang campur aduk,” tutup penonton lainnya.

Penulis: Nur Khovivatul Mukorrobah

Editor: Khefti Al Mawalia