Angka kejadian kanker kolon dan rectum (selanjutnya disingkat menjadi kanker kolorektal) menduduki peringkat 3 dari semua penyakit kanker. Penyakit ini banyak diderita pada usia lanjut dan sering menimbulkan kematian. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 940.000 orang diseluruh dunia yang terdiagnosis kanker kolorektal dan sekitar 500.000 orang diantaranya akan meninggal karena penyakit ini.
Penyakit kanker kolorektal tidak memberikan gejala khas sehingga banyak orang mengabaikannya dan baru berobat pada stadium lanjut. Gejala yang muncul dapat berupa perubahan kebiasaan buang air besar baik diare maupun sembelit, adanya titik darah dalam tinja, anemia (kurang darah) tanpa penyebab yang jelas, berat badan yang terus menurun dan yang paling parah adalah tidak bisa buang air besar oleh karena sumbatan massa kanker pada usus besar.
Kanker kolorektal berkembang mulai dari sel kanker yang sangat kecil yang terus menerus menjadi besar dan selanjutnya menyebar (metastasis) pada kelenjar getah bening regional pada jaringan penyangga usus besar (mesocolon) diakhiri dengan penyebaran pada organ – organ tubuh yang lain seperti paru dan hati yang dikenal sebagai metastasis jauh.
Keberhasilan pengobatan kanker kolorektal bergantung pada stadium ditemukannya kanker tersebut. Pengobatan pada stadium awal (stadium I) dapat memberikan angka kesembuhan yang cukup besar mencapai 89,9% sedangkan pada stadium akhir (stadium IV) hampir semua penderita kanker kolorektal akan meninggal dunia. Stadium penyebaran kanker kolorektal ditentukan berdasarkan 3 kriteria yakni (1) besar tumor dan invasi ke jaringan sekitarnya, (2) ada tidaknya metastasis pada kelenjar getah bening regional serta (3) ada tidaknya metastasis pada organ lain yang dikenal sebagai metastasis jauh.
Baru-baru ini Baiq Ratna, Willy Sandhika dan Heryawati dalam penelitiannya membuktikan bahwa jumlah sel punca kanker serta jumlah sel limfosit sitotoksik ikut berperan dalam menentukan penyebaran sel kanker kolorektal. Sel punca kanker merupakan sel kanker induk yang terus berkembang biak menghasilkan banyak sel kanker. Keberadaan sel punca kanker berhubungan dengan resistensi sel kanker terhadap kemoterapi serta memicu terjadinya metastasis/ penyebaran sel kanker serta timbulnya kembali kanker setelah dioperasi (proses residif kanker).
Baiq Ratna dkk meneliti apakah terdapat hubungan antara jumnlah sel punca kanker pada jaringan kanker kolorektal dengan proses metastasis sel kanker pada kelenjar getah bening regional. Deteksi sel punca kanker kolorektal dilakukan dengan teknik imunohistokimia menggunakan antibodi terhadap protein CD44 yang diekspresikan pada membran sel punca kanker kolorektal. Dalam penelitian tersebut, Baiq Ratna dkk membuktikan bahwa didapatkan peningkatan jumlah sel punca kanker yang terdeteksi dengan antibodi CD44 pada jaringan kanker kolorektal dengan metastasis pada kelenjar getah bening dibandingkan dengan kanker kolorektal tanpa metastasis kelenjar getah bening. Hal itu berhubungan dengan sifat dan fungsi sel punca kanker sebagai penghasil sel kanker. Makin banyak jumlah sel punca kanker akan menghasilkan sel kanker dengan jumlah yang lebih besar yang akan mendorong terjadinya metastasis sel kanker pada kelenjar gerah bening. Sebaliknya jika jumlah sel punca kanker menurun, maka akan dihasilkan sel kanker dengan jumlah yang lebih sedikit sehingga proses metastasis sel kanker akan berjalan lambat. Penelitian ini menunjukkan bahwa sel punca kanker pada jaringan kanker kolorektal ikut berperan dalam proses metastasis sel kanker pada kelenjar getah bening.
Selain hal tersebut, Baiq Ratna dkk juga meneliti peran sel limfosit T sitotoksik dalam proses metastasis sel kanker kolorektal pada kelenjar getah bening regional. Deteksi sel limfosit T sitotoksik pada jaringan kanker kolorektal dilakukan dengan teknik imunohistokimia menggunkan antibodi terhadap protein CD8 yang diekspresikan pada menbran sel limfosit T sitotoksik. Dalam penelitian tersebut terbukti bahwa jumlah sel limfosit T sitotoksik lebih rendah pada jaringan kanker kolorektal dengan metastasis pada kelenjar getah bening dibandingkan dengan jaringan kanker kolorektal tanpa metastasis kelenjar getah bening. Hal ini berhubungan dengan fungsi dan peran sel limfosit T sitotoksik dalam membunuh sel kanker.
Makin besar jumlah sel limfosit T sitotoksik, makin banyak sel kanker yang mati sehingga penyebaran sel kanker akan terhambat. Sebaliknya jika jumlah sel limfosit T sitotoksik menurun, maka hanya sedikit sel kanker yang mati sehingga makin banyak sel kanker yang menyebar/ metastasis pada kelenjar getah bening.
Sel punca kanker dan sel limfosit T sitotoksik memiliki peran yang berlawanan dalam proses metastasis sel kanker pada kelenjar getah bening. Keberadaan sel penca kanker akan mendorong proses metastasis sel kanker pada kelenjar getah bening. Sebaliknya adanya sel limfosit T sitotoksik akan menekan proses metastasissel kanker pada kelenjar getah bening.
Artikel ilmiah populer ini diambil dari artikel jurnal dengan judul: Role of CD44 and CD8 in Colorectal Adenocarcinoma Metastatic dengan penulis Baiq Ratna Kumaladewi, Willy Sandhika, Heryawati yang telah terbit pada Medical Laboratory Technology Journal, volume 6 nomer 2 tahun bulan Desember tahun 2020, halaman 135 – 144.
Link artikel jurnal: https://ejurnal-analiskesehatan.web.id/index.php/JAK/article/view/314/156
Penulis: Willy Sandhika