Malaria merupakan masalah kesehatan dan salah satu penyebab kematian utama pada masyarakat dunia, terutama di negara-negara berkembang. Penularan malaria disebabkan oleh nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi oleh Plasmodium. Berdasarkan laporan malaria tahunan yang diterbitkan oleh WHO, sekitar 228 juta kasus malaria dilaporkan di dunia pada tahun 2018 dengan 405.000 kematian. Indonesia juga termasuk negara yang masih menghadapi malaria sebagai masalah kesehatan, dengan prevalensi tertinggi di Provinsi Papua.
Pemeriksaan hapusan darah pada mikroskop merupakan teknik standar laboratoris untuk mendiagnosis malaria di negara endemis. Pemeriksaan ini murah, dapat mendeteksi Plasmodium dan menentuikan kepadatan parasit. Namun, pemeriksaan mikroskopik memiliki keterbatasan, yaitu kontrol kualitas yang tidak kuat, tidak dapat mendiagnosis malaria dengan kepadatan parasit rendah, membutuhkan waktu dan pemeriksa yang ahli untuk membaca sediaan. Di sisi lain, PCR merupakan pemeriksaan yang sensitif dan spesifik, serta dapat mendeteksi parasit dengan kepadatan rendah, tetapi memerlukan infrastruktur dan biaya yang besar yang tidak selalu tersedia di fasilitas kesehatan. Pemeriksaan mikroskopik telah lama digunakan sebagau baku emas untuk mendiagnosis malaria. Namun, keterbatasan pemeriksaan mikroskopik menimbulkan pertanyaan apakah PCR yang seharusnya menjadi baku emas dalam mendiagnosis malaria.
Sampel darah diambil dari 146 pasien yang dicurigai menderita malaria di RSUD Merauke-Papua, sejak bulan Juni hingga September 2019. Sampel darah ditampung pada tabung EDTA 5 mL. Hapusan darah tipis dan tebal dibuat dengan pengecatan giemsa dan diinterpretasi pada mikroskop cahaya dengan pembesaran 1000x oleh 2 analis yang tersertifikasi. Sisa darah ditampung pada kertas Whatman™ untuk pemeriksaan PCR. Ekstraksi DNA dari dried blood spot menggunakan Norgen’s Dried Blood Spot DNA Isolation Kit. Pemeriksaan nested PCR dilakukan dengan Bio-Rad T100 thermal cycler. Produk amplifikasi selanjutnya dilakukan elektroforesis pada gel agarose dan dibaca dengan Bio Rad Gel Doc EZ Imager.
Jenis Plasmodium yang teridentifikasi dari 146 subjek penelitian ini antara lain P. vivax dan P. falciparum. Tidak didapatkan Plasmodium spp. lain dalam studi ini. Uji diagnostik pemeriksaan mikroskopik terhadap PCR sebagai metode referensi menunjukkan sensitivitas 91%; spesifisitas 97,5%; NPP 96,8% dan NPN 92,8% untuk mengidentifikasi P. vivax dan sensitivitas 62,7%; spesifisitas 95,8%; NPP 88,9% dan NPN 82,7% untuk mengidentifikasi P. falciparum. PCR mendapatkan 25 sampel dengan infeksi campuran P. vivax dan P. falciparum, tetapi hanya 3 sampel (2,1%) yang teridentifikasi sebagai infeksi campuran dengan pemeriksaan mikroskopik. Sisanya diinterpretasi oleh mikroskopik sebagai P. vivax tunggal sebanyak 17 sampel (11,6%), P. falciparum tunggal sebanyak 4 sampel (2,7%), dan negatif sebanyak 1 sampel (0,7%). Sensitivitas mikroskopik dalam identifikasi P. falciparum lebih rendah daripada identifikasi P. vivax. Hal ini disebabkan oleh beberapa infeksi campuran yang terbaca sebagai P. vivax tunggal. Dominasi P. vivax pada sampel-sampel tersebut menyebabkan analis melewatkan keberadaan P. falciparum yang menyebabkan penurunan sensitivitas identifikasi P. falciparum. Temuan ini juga menegaskan kelemahan mikroskopik dalam identifikasi infeksi malaria campuran.
Pemeriksaan mikroskopik dapat digunakan untuk keperluan diagnostik malaria rutin di Papua dan daerah endemis lain dengan sumber daya yang terbatas. Namun, mikroskopik tidak dapat diandalkan dalam mendeteksi infeksi malaria campuran. Pendekatan diagnostik molekuler lebih direkomendasikan untuk digunakan sebagai baku emas pada penelitian klinik dan laboratorium rujukan.
Penulis: Christophorus Oetama Adiatmaja, dr., Trieva Verawaty Butarbutar, dr., Amarensi Milka betaubun, dr., Dr. Puspa Wardhani, dr., Sp.PK(K), dan Prof. Dr. Aryati, dr., MS., Sp.PK(K).
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: http://www.sysrevpharm.org//index.php?fulltxt=112580&fulltxtj=196&fulltxtp=196-1591268390.pdf
Adiatmaja, Christophorus Oetama, Trieva Verawaty Butarbutar, Amarensi Milka Betaubun, Puspa Wardhani, and Aryati. 2020. “Comparison of Malaria Microscopy and Polymerase Chain Reaction for Identification of Plasmodium in Papua, Indonesia.” Systematic Reviews in Pharmacy 11 (6): 91–95. https://doi.org/10.31838/srp.2020.6.16.