UNAIR NEWS – Dalam rangka menunjang kualitas pendidikan dalam lingkup internasional, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (UNAIR) gelar kolaborasi internasional. Salah satunya melalui kegiatan Internasional Literature and Extravaganza (ILEN) 2023 bertajuk Crossing The Boundaries, Unearthing The Power of Words.
Kegiatan tersebut terlaksana di Ruang Ternate Aseec Tower pada Sabtu (23/9/2023) dengan menghadirkan mahasiswa asing dan mahasiswa UNAIR sebagai peserta. Prof Manneke Budiman SS MA PHd selaku dosen Universitas Indonesia memberikan materinya terkait The Passionate Poet and The Algorithm Machine.
Dari Analog ke Digital
Prof Manneke mengatakan bahwa digitalisasi merupakan proses mesin atau logika yang cepat menjajah seluruh planet. Proses ini telah menyebar ke seluruh kegiatan manusia. Mulai dari proses interaksi. Seperti, melalui jaringan komunikasi, produksi, dan konsumsi.
“AI mengubah segalanya termasuk kebiasaan kita. Contohnya, jika saya tidak membawa HP dan laptop saya jadi tidak percaya diri,” ucapnya.
Selain itu, transformasi subjek dalam digital terdiri dari tiga. Yakni, subjek yang dinarasikan (orality), subjek yang dimediasi (literacy), dan subjek yang dapat diprogram secara digital (digitalicacy).
“Dalam orality, manusia adalah subjek yang mengatakan sesuatu. Dalam literacy manusia termediasi, namun sekarang manusia justru menjadi subjek yang dapat diprogram dalam digitalicacy,” ungkapnya.
Perbedaan Manusia dan Artificial Inteligence
Artificial Inteligence (AI) menciptakan dunia sastra yang tidak hanya berdasar pada kata-kata, melainkan suara dan gambar, sehingga dapat beralih ke visual. “Secara etimologi sastra, kata literatur artinya menulis. Namun, kini AI dan mesin mengubah segalanya,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menjelaskan tentang perbedaan antara manusia dan AI dalam bidang literatur. Menurutnya, hal yang tidak AI miliki adalah pengalaman subjektif. Ia membedakan manusia dan non-manusia,” imbuhnya.
Chat GPT dapat menulis puisi secara nyata. Namun pada dasarnya, gaya, kata, metafora adalah sesuatu yang tidak dapat ditemukan mesin dalam berbasis data.
“Dalam sastra perlu adanya gaya personal. Misalnya, jika dengar Sapardi Djoko pasti paham stylenya, tapi AI tidak bisa memiliki style ini,” ucapnya.
Ia menyampaikan bahwa untuk bisa menggunakan AI tetap diperlukan data, sedangkan AI hanya dapat mengolah data bukan memikirkan sumber data dan informasi. “Tanpa data tidak akan ada AI, mereka hanya bisa berpikir kalau ada informasi,” imbuhnya.
Penulis: Lady Khairunnisa Adiyani
Editor: Khefti Al Mawalia