Universitas Airlangga Official Website

Perbedaan Tindak Tutur Orang Amerika dan Asia dalam Ajang Pemilihan Model Ternama

Ilustrasi oleh Liputan6.com

Dalam melakukan proses komunikasi, ada istilah “Speech Act” atau tindak tutur yang tidak hanya terbatas pada dimensi komunikasi itu sendiri. Tidak tutur secara sederhana dapat diartikan bahwa saat kita melakukan komunikasi sebenarnya kita sedang “bertindak” melalui kalimat-kalimat yang kita ucapkan. Akan tetapi, perlu digaris bawahi bahwa tindak tutur tidak hanya terkait dengan bahasa itu sendiri, tapi juga terkait dengan sesuatu di luar bahasa, seperti konteks. Dengan kata lain tindak tutur dalam hal komunikasi dikaitkan dengan dimensi fungsional bahasa. 

Dalam perkembangannya, tindak tutur dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Tetapi, artikel ini akan fokus membahas tindak ilokusi yang diartikan sebagai ucapan yang mengandung kekuatan (konvensional) tertentu untuk melakukan beberapa tindakan. Pembicara dapat melakukan tindakan tertentu melalui berbicara dengan fungsi menginformasikan, mengklaim, menebak-nebak, memperingatkan, mengancam, atau bertanya. Dalam hal ini, Profesor John R. Searle yang merupakan salah satu pencetus teori tindak tutur mengklasifikasikan tindak ilokusi menjadi lima fungsi yang berbeda yaitu, asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif.

Tipe asertif adalah perkataan yang menyatakan fakta yang dapat diverifikasi benar atau salahnya. Contohnya adalah pernyataan menceritakan, menuntut, membual, melaporkan, mengeluh, mengusulkan, dan mengklaim. Jenis kedua adalah direktif. Tindak tutur ini dimaksudkan untuk membuat seseorang melakukan sesuatu, seperti meminta, memerintahkan, memohon, menyarankan, menasihati. Tipe selanjutnya adalah komisif yang merupakan pernyataan yang dimaksudkan agar pembicara melakukan beberapa tindakan di kemudian hari seperti berjanji, mengumpat, mempersembahkan dan mengancam. Selain itu, ada juga tindak tutur ekspresif yang memiliki fungsi untuk mengekspresikan sikap penuturnya. Tindak tutur semacam ini menunjukkan sikap psikologis penutur dalam situasi tertentu, seperti berterima kasih, meminta maaf, memuji, dan belasungkawa. Terakhir, tindak tutur deklaratif dimaksudkan oleh pembicara untuk menciptakan sesuatu yang baru atau mengubah suatu kondisi atau status seperti pernyataan menikahkan yang diucapkan oleh penghulu dan membaptis yang diucapkan oleh pendeta.

Cara orang menghasilkan tindak tutur bergantung pada konteksnya. Ada banyak faktor yang mempengaruhi seperti budaya. Oleh karena itu, pragmatik juga bersinggungan dengan budaya lain yang biasa disebut pragmatik lintas budaya. Salah satu contohnya terjadi pada kompetisi model internasional bertajuk America and Asia Next Top model. Dalam hal ini, kami melakukan studi tindak tutur yang dilakukan oleh para juri pada kompetisi model ternama yang diambil dari serial TV America’s Next Top Model dan Asia’s Next Top Model. Studi ini berfokus pada tindak tutur ilokusi atas komentar yang dibuat oleh juri. Kami juga melakukan observasi rinci tentang perbedaan budaya antara Amerika dan Asia dalam mengomentari kontestan.

Kami menemukan 4 jenis ilokusi yang dilakukan oleh juri America’s Next top Model yaitu asertif, direktif, ekspresif, dan deklaratif dengan total 72 ucapan. Namun, di Asia’s Next Top Model, kami menemukan 4 tindak tutur yaitu asertif, direktif, ekspresif, dan komisif, dengan 74 ucapan. Selain itu, jenis tindak tutur yang paling dominan di America’s Next Top Model adalah asertif dan deklaratif, menyumbang 33,33%, sementara di Asia’s Next Top Model hanya ada 29 ekspresi. Fungsi deklaratif juga tidak ditemukan di konteks Asia sementara fungsi komisif tidak ada dalam konteks Amerika.

Dalam pandangan pragmatik lintas budaya, hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa orang Asia lebih ekspresif daripada orang Amerika. Selain itu, ada pernyataan permintaan maaf dalam konteks Amerika tapi tidak ada ekspresi itu dalam konteks Asia. Dalam penelitian ini juga terlihat bahwa orang Amerika dalam menyampaikan pendapat lebih langsung ke persoalan (to the point) atau terbuka daripada orang Asia. Orang Asia tampaknya memiliki lebih banyak empati untuk momotivasi kontestan dilihat dari cukup banyaknya jumlah tindak tutur yang mempunyai fungsi nasehat. 

Limitasi dalam studi ini adalah kami tidak melibatkan elemen di luar bahasa itu sendiri, seperti intonasi dan ekspresi wajah. Hal tersebut perlu ditambahkan pada penelitian selanjutnya untuk memperkaya hasil penelitian.

Penulis: Muchamad Sholakhuddin Al Fajri

Informasi detail dari artikel ini dapat dibaca lebih lengkap pada tautan publikasi ilmiah berikut: https://doi.org/10.17263/jlls.851015