Universitas Airlangga Official Website

Pakar Hak Asasi Manusia FH UNAIR Bahas Tragedi Kanjuruhan dari Perspektif Kejahatan Kemanusiaan

Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR) menyelenggarakan focus group discussion membahas tragedi Stadion Kanjuruhan pada Jumat (25/11/2022). Forum yang dilaksanakan secara luring di Aula Pancasila, Gedung A FH UNAIR itu diinisiasi oleh Pusat Studi Center of Anti Corruption and Criminal Policy dan Airlangga Center for Legal Drafting and Professional Development yang berkolaborasi dengan Bagian Hukum Pidana FH UNAIR. 

Hampir dua bulan tragedi Stadion Kanjuruhan telah berlalu, namun hingga hari ini belum terkuak dengan pasti apa yang seharusnya terjadi dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas tragedi tersebut. Diskusi yang bertajuk “Pertanggungjawaban Pidana Kasus Tragedi Kanjuruhan Malang” ini hadir untuk menjawab segala pertanyaan mengenai tragedi Stadion Kanjuruhan melalui pendapat para ahli dan pakar pada bidang hukum pidana, kimia murni, farmasi, forensik, psikologi, hingga hak asasi manusia. 

Salah satu pembicara pada forum tersebut merupakan Dekan FH UNAIR yang juga sekaligus pakar hak asasi manusia, Iman Prihandono, S.H., LL.M., Ph.D. Iman mengatakan tragedi Stadion Kanjuruhan tidak termasuk peristiwa genosida maupun war crimes karena tidak memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam genosida dan war crimes. Tragedi Stadion Kanjuruhan, ujar Iman, bukan termasuk genosida karena tidak ada unsur etnis, golongan, agama, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam genosida. Selain itu, sambungnya, tragedi Stadion Kanjuruhan juga bukan merupakan war crimes karena bukan termasuk perang, konflik bersenjata, maupun agresi. 

“Yang paling mungkin untuk membuat tragedi Stadion Kanjuruhan menjadi pelanggaran berat hak asasi manusia adalah dalam kategori kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity). Tetapi, bila mau ditelisik lagi pada kejahatan terhadap pembunuhan (murder), maka unsur-unsurnya tidak terpenuhi. Beberapa unsur penting seperti meluas dan sistematis misalnya, tidak terpenuhi dalam tragedi ini. Sistematis ini harus ada kebijakan dan terpola, sedangkan tragedi Stadion Kanjuruhan hanyalah kejadian sendiri (isolated),” papar Iman. 

Iman melanjutkan dengan menjelaskan tragedi tersebut juga bukan termasuk ke dalam pemusnahan (extermination). Untuk extermination, ucapnya, harus ada upaya pembatasan terhadap suatu populasi dalam mendapatkan makanan, air, dan hak-hak lain, sedangkan dalam tragedi Stadion Kanjuruhan tidak terjadi hal tersebut. Untuk dikategorikan sebagai crimes, tambahnya, juga harus memenuhi unsur mens rea dan actus reus 

War crimes tidak masuk karena tidak memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam war crimes, seperti large scale, cumulative effect, berlanjut, dan extraordinary magnitude,” tutur dosen Bagian Hukum Internasional FH UNAIR itu. 

 Iman menganalogikan dengan kasus yang terjadi di Papua. Menurutnya, untuk penanganan kasus yang terjadi di Papua terdapat kebijakan dari pemerintah tentang bagaimana penanganan keamanan secara khusus di sana, sedangkan pada tragedi Stadion Kanjuruhan tidak ada kebijakan dari pemerintah secara khusus mengenai penanganan keadaannya seperti apa. 

“Tidak ada kebijakan dari pemerintah bahwa kalau ada kerusuhan sepakbola, maka boleh dibunuh. Kita tadi membahas crimes against humanity dan satu-satunya kemungkinan yakni tragedi Stadion Kanjuruhan ini masuk ke dalam kategori murder, namun unsur-unsur pada kategori murder itu tidak terpenuhi. Kita harus bisa melihat adanya pattern atau pola pada penanganan massa di pertandingan bola dan juga diterapkan pada peristiwa Kanjuruhan,” tukasnya.