Humas FH (14/02/25) | Budaya patriarki masih menjadi paradigma yang kuat dalam masyarakat Indonesia. Patriarki sendiri merujuk pada sistem yang menempatkan laki-laki sebagai pihak yang lebih dibandingkan perempuan. Pandangan semacam ini tidak hanya menjadi tantangan bagi perempuan, melainkan juga menjadi hambatan bagi laki-laki serta masyarakat secara keseluruhan. Sistem ini membatasi kebebasan individu, memperkuat ketimpangan sosial, dan menghambat perkembangan ekonomi, dan keadilan sosial yang ada di masyarakat.
Menanggapi permasalahan tersebut, tepat pada hari Jumat (14/2/2025), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Airlangga, bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia, menyelenggarakan diskusi publik. Kegiatan ini bertujuan untuk meninjau kembali struktur sosial yang ada guna mendorong terciptanya lingkungan serta budaya yang lebih inklusif dan setara.
Kegiatan bertajuk “Setara Bersuara: Perempuan dan Narasi Sosial” ini menghadirkan dua pembicara utama dari Kementerian PPPA, yaitu Prof. Dr. Ir. Hj. A. Majdah Muhyiddin Zain, M.Si., dan Patimasang, B.Bus.Com., M.Sc. Dalam acara tersebut, Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof. Iman Prihandono, S.H., M.H., LLM., Ph.D., turut memberikan sambutan. Beliau menegaskan bahwa FH UNAIR berkomitmen untuk terus menjalin kolaborasi dalam memperjuangkan upaya peningkatan kesetaraan gender.
Dalam diskusi yang membahas peran perempuan, Prof. Madjah menyoroti budaya patriarki yang masih mengakar dalam masyarakat. Beliau berpendapat bahwa pola asuh keluarga yang sejak dini membatasi aspirasi perempuan dan mengutamakan peran domestik menjadi penyebab utama. Akibatnya, banyak perempuan yang merasa ruang gerak mereka terbatas dalam kehidupan sosial dan profesional. Namun, syukurnya situasi saat ini sudah jauh berbeda. Teknologi yang semakin canggih dan cara berpikir yang lebih terbuka membuat perempuan lebih bisa mengekspresikan diri dan menunjukkan kemampuan mereka di berbagai bidang. Tantangan terbesar perempuan sekarang adalah bagaimana memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat masa depan yang lebih baik untuk semua perempuan
Upaya mewujudkan kesetaraan gender bukan hanya berhenti pada kaum perempuan saja, tetapi juga memerlukan turut andilnya kaum laki-laki. Dalam forum diskusi ini, Patimasang menyatakan bahwa kaum pria memegang peranan krusial dalam memberantas diskriminasi berbasis gender. Hal ini bisa dimulai dengan menanamkan cara pandang yang lebih setara serta menentang segala bentuk perlakuan diskriminatif dalam keseharian. Patimasang mengajak forum diskusi, khususnya mahasiswa, untuk berpartisipasi aktif dalam menghilangkan kesenjangan gender. Ia menekankan bahwa perubahan tidak hanya bisa diwujudkan melalui peraturan formal, tetapi juga melalui tindakan nyata dalam interaksi sosial. Melalui diskusi ini, diharapkan kesadaran akan urgensi keadilan gender semakin meningkat, tidak hanya di lingkungan kampus, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat secara luas.
Baca Juga: Implementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi, FH UNAIR Bersama FH UII Melakukan Penandatanganan Kerjasama
Sebagai penutup dari acara bertajuk ‘Setara Bersuara: Perempuan dan Narasi Sosial’, peserta diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan melukis. Aktivitas ini bertujuan untuk memberikan wadah bagi setiap individu untuk mengekspresikan diri melalui media lukisan, sekaligus sebagai sarana untuk merefleksikan pemahaman dan pengalaman yang diperoleh selama acara tersebut.
Penulis: Budi Elizabeth
Editor: Masitoh Indriani