Universitas Airlangga Official Website

GADAS X EDSA: Apa Itu Engaging Narrative?

FIB NEWS – Sabtu (30/11/2024), Himpunan mahasiswa program S1 Bahasa dan Sastra Inggris atau yang juga dikenal sebagai EDSA (English Department Student Association) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (FIB UNAIR) sukses gelar program Opportunity Talks berjudul “Narrative Design Dalam Pembuatan Game” dengan Dimas Novan, Supervising Artist dari Mojiken Studio selaku pembicara. Program ini merupakan hasil kerjasama EDSA dan GADAS (Game Developer Arek Suroboyo), atas bantuan dari DPKKA UNAIR.

Dimas membuka forum dengan menampilkan beberapa gambar ilustrasi. Dimulai dengan sebuah ilustrasi sederhana seperti manusia, hingga pelan-pelan semakin berkembang menjadi karya yang menarik dengan menambahkan elemen-elemen tertentu, sehingga dapat memberikan kesan narasi yang bisa dengan mudah dipahami oleh orang lain.

“Secara umum, narasi adalah ide yang ditambahkan alat storytelling,” ucap Dimas.

“Satu hal yang harus dipahami dulu adalah, ide dan alat storytelling merupakan dua hal yang berbeda. Tapi kalau digabung, akan menciptakan sebuah narasi,” lanjut Dimas kemudian.

Dimas menjelaskan bahwa alat storytelling ada bermacam-macam, sebagai contoh, ketika sebuah ide cerita dibawakan melalui media komik atau film, maka ide cerita ini berdiri sendiri, dengan komik dan film tersebut sebagai alat storytellingnya. Sedangkan, secara spesifik, game memiliki core experience atau core narrative tersendiri, yaitu game play. Game play ini terdiri dari game premis dan alat storytelling.

“Sederhananya, suatu game bisa disebut sebagai game ketika memiliki game play. Bahkan sebelum teman-teman mengerjakan ceritanya sekalipun, teman-teman harus tahu setidaknya game ini bercerita tentang apa, kita bermain sebagai siapa, dan apa tujuannya” jelas Dimas.

Lebih lanjut, Dimas turut menjelaskan mengenai rumus yang secara pribadi sering ia pakai dalam menciptakan game premis. Dalam pembuatan premis, ada rumus atau unsur-unsur yang harus dimasukkan dan dipertimbangkan, yaitu karakter, verba, antitesis, latar, dan yang terakhir adalah hasil akhir. Bahkan, game sederhana seperti tetris, jika ditelusuri pun memiliki unsur-unsur game premis seperti yang telah dijelaskan oleh Dimas sebelumnya.

“Salah satu basic yang sudah harus dikuasai teman-teman adalah bagaimana membuat naratif yang dapat berdampak secara emosional. Saya pribadi, ada 2 metode yang paling sering saya gunakan. Yaitu Kishotenketsu dan dualisme perasaan,” pungkasnya.

Dimas memaparkan bagaimana tidak jarang momen-momen sederhana dapat menimbulkan rasa bahagia bagi manusia. Contohnya, ketika kita menemukan sesuatu yang membuat kita bahagia. Hal ini terjadi karena ketika kita berada di momen tersebut, kita menemukan makna. Dan makna tersebut timbul karena adanya dualisme perasaan. 

Menurut Dimas, entertainment adalah jendela untuk kita menemukan spektrum perasaan dengan resiko seminim mungkin. Melalui entertainment, seperti buku, film, dan game, kita bisa mengekspor berbagai macam perasaan tanpa adanya resiko yang besar. Bahkan walaupun film yang kita lihat mengenaskan, setidaknya kita mendapatkan sesuatu, dan sesuatu itu lah yang sebenarnya membuat kita lebih “bahagia”.

Sedangkan, metode Kishotenketsu sendiri merupakan struktur narasi klasik yang sering kali digunakan dalam karya sastra Cina, Jepang, dan Korea. Ki adalah introduction, Sho adalah development, Ten adalah twist atau turning point, dan Ketsu adalah conclusion.

“Jadi, sebelum membuat naratif dalam sebuah game, kenali dulu format gamenya seperti apa. Jika sudah memiliki format game yang menarik, maka kita bisa mulai memberikan naratif yang lebih detail lagi ke dalam karya tersebut,” pungkas Dimas.

Penulis: Audrey Itsnina Azzahra