Universitas Airlangga Official Website

MKSB Adakan Seminar Bahas Perubahan Sastra dan Budaya

FIB NEWS – Himpunan Mahasiswa Magister Kajian Sastra dan Budaya (HIMA MKSB) Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga (FIB UNAIR) menyelenggarakan Seminar Nasional bertema “Sastra dan Budaya di Era Digital: Transformasi, Tantangan, dan Peluang” pada Jum’at (09/05/2024). Kegiatan yang bertempat di Aula Siti Parwati, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga itu merupakan bagian kegiatan Dies Natalis Prodi MKSB. Seminar tersebut menghadirkan Adrea Kristatiani, S.Hum., M.Hum dan Rima Lahdji, S.Hum., M.Hum sebagai pembicara.

“Pada tema Dies Natalis kali ini, kita akan mensinergisasi tiga generasi dari MKSB. Harapannya sinergisasi kali ini tidak hanya untuk memberikan kemajuan dan inovasi, tetapi juga membuka peluang adik-adik sekalian melanjutkan jenjang ke Magister Kajian Sastra dan Budaya,” ungkap Ilham Baskoro selaku Ketua HIMA MKSB.

Kedekatan Teknologi terhadap Budaya

Seiring perkembangan zaman, teknologi semakin dekat dengan cara manusia menjalani kehidupan. Secara tidak langsung, teknologi juga memengaruhi budaya yang lahir di masyarakat. Salah satu bentuk perubahan budaya dapat terlihat dari media sosial. Awalnya, media sosial hanya digunakan sebagai media komunikasi, padahal di sana juga terjadi pergerakan, perubahan, serta produksi budaya.

“Jadi media sosial itu nggak cuma sekedar tempat buat mencari teman baru, buat chatting, tapi media sosial ini juga hadir sebagai ruang budaya kompleks dan dinamis yang sangat dekat dengan kehidupannya masyarakat modern,” tukas Adrea selaku pembicara pertama.

Adrea menjelaskan bahwa melalui kemajuan teknologi, perubahan budaya menjadi amat cepat karena tidak adanya batas waktu dan batas wilayah, sehingga memungkinkan budaya lokal meluas menjadi budaya global. Sebaliknya, dampak dari teknologi membuat budaya menjadi homogen, karena preferensi dan minat yang terbaca oleh algoritma media sosial akan selalu merujuk pada satu lingkup yang sama.

Perubahan Sastra di Era Digital

Perkembangan sastra di era digital meliputi sastra digital dan sastra siber. Sastra siber merujuk pada kajian karya sastra dalam lingkup internet saja, sedangkan sastra digital digunakan dalam lingkup yang lebih luas. Perubahan karya sastra konvensional ke sastra digital terlihat dalam pola produksinya. Dalam sastra digital, setiap orang bisa menjadi pengarang. Hal itu tentu berbeda dengan karya sastra konvensional di mana pengarang harus melewati berbagai tahap sebelum karyanya layak dipublikasikan.

Perubahan tersebut membuat banyaknya pertentangan terhadap hadirnya sastra digital di kalangan sastrawan. Terlebih lagi ketika Martin Suryajaya mencoba menggunakan AI untuk membuat puisi, membuka jalan ke era sastra posthuman. Rima Lahdji, S.S.,M.Hum selaku pembicara menjelaskan bahwa ide Martin ini menimbulkan berbagai perbincangan di kalangan pengkaji sastra. Beragam pertanyaan seperti bagaimana posisi manusia ketika menciptakan puisi melalui AI? Hingga siapa yang berhak mengklaim hak cipta atas puisi tersebut? masih terus diperdebatkan.

“Harapannya adalah meskipun sastra itu tetap sastra digital ya, ada kolaborasi antara sastra konvensional dan sastra digital,” tutupnya.

Konten ini mendukung Sustainable Development Goals (SDG’s) poin 4 yaitu pendidikan yang berkualitas.

Editor: Nuri Hermawan

Penulis: Arina Nida