Kabut pagi masih menyelimuti padang rumput Cibinong ketika sepuluh anggota Airlangga Equine Club (AEC) FKH Unair melangkah pertama kali ke Nusantara Polo Club (NPC). Derap kaki kuda, gemerisik jerami, dan sapaan hangat drh. Rizal “Selamat datang di rumah kedua para atlet berkaki empat!” menjadi saksi dimulainya petualangan 14 hari (30 Juni–13 Juli 2025). Di klub berstandar internasional seluas 50 hektar ini, kami tak hanya menjadi perawat kuda, tapi juga murid yang belajar dari setiap helai surai, setiap luka, dan setiap kepercayaan yang diberikan makhluk setinggi dua meter itu.
Magang ini istimewa bukan semata karena skalanya, melainkan karena kolaborasi segitiga emas yang terjalin:
- Akademisi: Mahasiswa FKH Unair
- Praktisi: drh. Rizal dan drh. Made, dua dokter hewan yang tak segan membagi rahasia penanganan darurat.
- Pahlawan Kandang: Groomer seperti Pak Dudung yang 20 tahun merawat kuda, atau Pelatih Nico yang piawai membaca bahasa tubuh equine.
“Lihat bagaimana Che mengibaskan ekornya? Itu tanda dia tak nyaman dengan saddle-nya,” ujar Pak dudung suatu siang, mengoreksi cara kami memasang pelana. Di sini, teori kelas Equine Behavior berpadu dengan kearifan lapangan. Bahkan saat istirahat makan siang, diskusi tentang kasus-kasus pada para kuda pun berlanjut di antara denting piring.
Pukul 06.30 WIB, sebelum matahari sepenuhnya bangkit, kami sudah bersiap di kandang Bravo. Ritual pagi diawali dengan “apel kesehatan”:
* Pembagian tugas berdasarkan kondisi kuda (contoh: kelompok 1 menangani kuda baru, kelompok 2 fokus pada kuda pensiun).
* Pemantauan vital sign: Suhu, denyut nadi, dan nafsu makan 30 lebih ekor kuda dicatat rapi di logbook.
Gambar 1. Kuda Honesto yang sedang diberi cairan melalui intravena
Pukul 07.00–10.00: Grooming & Nutrisi. Sembari matahari mulai hangatkan udara, kami menyisir bulu, membersihkan kuku, dan menyiapkan pakan. Ternyata, tak ada istilah “takaran umum” untuk pakan kuda NPC:
* Espinillo (kuda kompetisi) mendapat ekstra pellet berprotein tinggi.
* Quartatera (berusaha sembuh dari laminitis) hanya boleh makan hay rendah gula.
* Kuda baru dari Argentina diberi rumput basah untuk transisi pencernaan.
Pukul 10.00–14.00: Medis & Latihan. Ini jam paling dinamis. Suatu sore, jeritan “Honesto kolik!” membuyarkan hening. Tim langsung bergerak cepat:
- drh. Made memimpin pemeriksaan fisik.
- Kami siapkan infus NaCl dan obat antispasmodik.
- Para groomer bergantian handwalking selama 2 jam untuk stimulasi peristaltik usus.
Di hari lain kandang, Zefanya sibuk merawat luka lebar di leher Palomo. “Luka kuda itu dalam, tapi bersihkan perlahan. Mereka bisa merasakan ketergesaan kita,” ucap groomer sembari mengawasi penggunaan betadine.
Pukul 14.00–17.00: Adaptasi & Observasi. Sore hari diabdikan untuk kuda baru. Kedatangan 21 ekor kuda Argentina pada 7 Juli menjadi ujian kesabaran. Beberapa kuda seperti Nena dan Agostina menunjukkan stres: berkeringat berlebihan, menolak makan. Solusinya?
* Kandang isolasi berjeruji kayu (bukan besi) untuk kurangi trauma.
* Terapi desensitisasi: Memperdengarkan rekaman suara kandang secara bertahap.
* Pemberian pakan favorit: Apel potong yang disembunyikan dalam hay.
Babak III: White Line Disease & Seni Perawatan Kuku
Di antara semua kasus medis, perawatan kuda Quartatera paling membekas. Kuda betina ini menderita white line disease, infeksi jamur di sambungan kuku dan daging. Proses penyembuhannya seperti operasi seni:
- Pembersihan: Kuku yang terinfeksi dikerok hingga jaringan sehat terlihat.
- Terapi laser: Stimulasi regenerasi saraf.
- Balut khusus: Perban berlapis betadine dan gusanex, diganti tiap 6 jam.”Kita tak cuma merawat kuku, tapi juga kepercayaannya,” ujar Pak Dudung saat mengajarkan cara menenangkan dan mengobati kaki Quartatera yang kerap gemetar.
Gambar 2. Kuda Quartatera yang ditangani bagian kakinya
Babak IV: Kuda sebagai Guru Kesabaran
Minggu kedua magang mengajarkan pelajaran tak terduga: kuda adalah cermin emosi manusia. Suatu pagi, kuda Malambo tiba-tiba menolak dipegang. Setelah observasi, drh. Rizal menemukan luka tersembunyi di perut. “Mereka tak bisa bicara, tapi selalu memberi kode. Tugas kita membaca bahasa tubuhnya,” katanya.
Pengalaman ini memantik kesadaran: merawat hewan bukan sekadar prosedur teknis, tapi tarian kepercayaan. Saat membersihkan luka Picota yang gusar, atau menemani Honesto yang lemah, kami belajar bahwa ketenangan tangan, nada suara rendah, bahkan tarikan napas kita memengaruhi respons mereka.
Epilog: Jejak yang Tertinggal di Kandang Alpha
Tanggal 13 Juli 2025, saat matahari terakhir menyentuh padang NPC, tim magang berdiri di depan kandang Alpha. Soberano, kuda yang seminggu lalu kami rawat karena pembengkakan tendon, mendekat dengan sukacita. “Dia ingat kalian,” kata seorang groomer tersenyum.
Dalam dua pekan, kami telah:
* Menangani beberapa kasus medis (termasuk 3 kolik, 5 abses, dan 12 luka infeksi).
* Membantu adaptasi 21 kuda impor.
* Menghabiskan 120 kg pelet, 5 liter betadine, dan 15 km jalan kaki untuk handwalking.
Tapi angka terpenting adalah 9 kuda yang pulih tuntas dan 21 ekor kuda baru yang mulai beradaptasi di Indonesia.
Magang ini adalah manifestasi SDGs ke-4 (Pendidikan Berkualitas):
* Pendidikan transversal: Mahasiswa Unair dan IPB saling mendukung dalam kegiatan magang ini.
* Edukasi publik: NPC terbuka untuk kunjungan magang mahasiswa, dan kasus-kasus medis kami menjadi studi lapangan.
Tak kalah vital, praktik kami sejalan dengan SDGs ke-15 (Life on Land) melalui:
* Manajemen limbah: Kotoran kuda diolah jadi kompos untuk kebun klub.
* Pengawasan zoonosis: Pemeriksaan rutin TBC equine dan rabies.
Magang di NPC mengajarkan bahwa kesejahteraan hewan dimulai dari hal kecil: seberapa sabar kita mengoleskan betadine, seberapa teliti kita memilih hay, bahkan seberapa lembut kita membisikkan ‘good boy’,”.
Pengalaman ini bukan sekadar batu loncatan karir, tapi kursus empati intensif. Ketika kuda Palomo yang seminggu mengelak sentuhan tiba-tiba menunduk saat dibersihkan lukanya, kami paham: di balik tubuh perkasa mereka, ada jiwa yang merindukan kelembutan.