Budidaya ikan air tawar semakin hari semakin digandrungi para penggiat perikanan. Selain metode nya yang mudah, hasil yang diperoleh terbilang cukup menjanjikan. Kondisi demikian terlihat dari data produksi perikanan budidaya pada tahun 2021 mencapai 45.051,67 ton. Sementara pada tahun 2022 terjadi kenaikan, data produksi perikanan budidaya sementara pada tahun 2022 mencapai 45.956,57 ton (KKP., 2023). Jumlah akan terus digenjot oleh pemerintah, demi mencapai target program swasembada pangan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan jumlah produksi. Namun, masih saja ditemui permasalahan fatal yang dapat mengancam produksi budidaya ikan air tawar. Salah satunya adalah serangan wabah penyakit streptococcosis. Penyakit ini telah lama menjadi momok yang selalu menghantui para pembudidaya ikan. Pasalnya dapat mengakibatkan kematian hingga 90% pada satu kolam budidaya
Gejala Penyakit Streptococcosis pada Ikan
Pada ikan air tawar penyakit streptococcosis disebabkan oleh bakteri Streptococcus agalactiae. Ketika diamati pada mikroskop bakteri ini memiliki ciri berbentuk bulat dan tersusun secara berantai. Selain itu, para peneliti juga melakukan uji biokimia untuk mengidentifikasi ciri bakteri secara mendalam. Bakteri S. agalactiae selalu berada di air. Jumlahnya bisa meningkat jika kondisi lingkungan mendukung pertumbuhan bakteri. Suhu optimal untuk pertumbuhan S. agalactiae umumnya berada di sekitar suhu 37°C. S. agalactiae adalah bakteri aerob fakultatif, artinya dapat tumbuh baik dengan maupun tanpa adanya oksigen. Namun, kondisi aerob cenderung lebih menguntungkan bagi pertumbuhannya (Wang et al., 2022).

Foto: Lab Kesehatan Ikan dan Lingkungan
Dari hasil uji biokimia mengungkapkan bahwa bakteri tersebut tergolong dalam gram positif bersifat non-hemolitik dan hemolitik baik al-pha ataupun beta (Nafiqoh dkk., 2021). Pada ikan infeksi streptococcosis pada ikan air tawar memiliki gejala klinis khas yaitu peradangan otak (meningoensefalitis), mata menonjol (pop-eye), unilateral atau bilateral eksoptalmia, tulang belakang melengkung membentuk huruf C, berenang tidak menentu (erratic), dan berenang berputar (whirling) (Suhermanto dkk., 2020).
Pengamatan Perilaku Ikan
Para pembudidaya harus pandai mengamati tingkah laku ikan di kolam. Apabila, terdapat ikan yang menunjukkan gejala tersebut harus segera mendapatkan penanganan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi penyakit ini. Namun, masih belum ditemukan cara yang paling efektif. Upaya yang telah diterapkan, yaitu pemberian antibiotik, probiotik, dan vaksin (Wang et al., 2022). Pemberian antibiotik pada awalnya dinilai efektif mengobati penyakit ini. Namun, seiring berjalannya waktu antibiotik telah memberikan ancaman serius. Efek samping pemberian antibiotik pada ikan dapat menyebabkan resistensi dan residu.
Pengobatan dan Pencegahan
Penggunaan antibiotik jangka panjang semakin meningkatkan efek resistensi. Akibatnya, semakin besar dosis yang diberikan pada ikan hingga menimbulkan ketergantungan. Penggunaan probiotik yang sering digunakan untuk mengatasi streptococcosis yaitu bakteri Bacillus sp. Bakteri ini dinilai mampu meningkatkan daya tahan tubuh ikan, tetapi terdapat kekurangan yang masih mengganjal efek positif yang diberikan. Seperti yang telah diketahui, probiotik merupakan bakteri baik yang dapat diberikan pada ikan melalui pakan. Pada kenyataannya, saat dicampur dengan pakan dapat menimbulkan efek samping menurunnya tingkat kelangsungan hidup mikroorganisme probiotik selama proses pengolahan dan penyimpanan. Menurut Tang et al. (2017) menyatakan bahwa jumlah sel probiotik dalam pakan menurun sekitar 10% setelah tiga minggu penyimpanan. Hal ini disebabkan karena sel probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang mudah terurai atau mati karena berbagai faktor proses produksi.
Pemberian vaksin sebagai upaya pencegahan yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah penyakit dengan cara menginduksi kekebalan spesifik. Pemberian vaksin dari sediaan antigen sel utuh dan produk ekstraseluler S. agalactiae mampu merangsang terbentuknya antibodi spesifik dan memproteksi ikan dari infeksi S. agalactiae (Hidayatullah dkk., 2022). Kelemahan metode vaksinasi pada ikan air tawar yaitu memerlukan biaya yang tinggi. Hal ini menjadi pilihan terakhir para pembudidaya, karena dapat meningkatkan biaya operasional proses budidaya. Selain itu, metode ini masih perlu pengembangan secara intensif.
Pemberian Asam Palmitoleat sebagai Alternatif
Keterbatasan metode pencegahan dan pengobatan yang telah diterapkan membutuhkan pengembangan lebih lanjut, sehingga dapat diterapkan dengan efektif. Salah satu inovasi lain yang dapat dicoba untuk menangani penyakit streptococcosis yaitu pemberian Asam Palmitoleat yang diisolasi dari mikroalga berfilamen Tribonema minus. Spesies ini mengandung berbagai senyawa bioaktif, seperti asam lemak tak jenuh (UFA), karotenoid, polisakarida, dan fikobiliprotein, yang banyak digunakan dalam industri medis, makanan, kosmetik, dan akuakultur.
Cara Pemberian Pada Ikan
Terdapat beberapa metode yang dapat dipertimbangkan untuk memberikan asam palmitoleat pada ikan sebagai antimikroba, yaitu melalui pakan, perendaman, dan injeksi (Wang et al., 2022). Asam palmitoleat dapat dienkapsulasi dalam partikel kecil yang dapat dicampurkan ke dalam pakan. Enkapsulasi ini bertujuan untuk melindungi asam lemak dari oksidasi dan meningkatkan sifat antimikrobanya. Selain itu, asam palmitoleat dapat ditambahkan langsung ke dalam bahan baku pakan. Namun, metode ini memiliki risiko oksidasi yang lebih tinggi dapat menurunkan daya antibakteri. Ikan yang terinfeksi streptococcosis dapat direndam dalam larutan yang mengandung asam palmitoleat secara langsung. Metode ini dinilai efektif untuk pengobatan luka atau infeksi pada permukaan tubuh ikan dengan pemberian dosis tinggi. Untuk pengobatan infeksi sistemik, asam palmitoleat dapat diberikan melalui injeksi. Namun, metode ini membutuhkan keterampilan khusus dan dapat menyebabkan stres pada ikan.
Cara Kerja Asam Palmitoleat
Asam palmitoleat merupakan asam lemak tak jenuh tunggal omega-7 (MUFA) telah muncul sebagai asam lemak fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Molekul-molekul ini juga memiliki aktivitas antimikroba terhadap berbagai bakteri Gram-positif salah satunya yaitu S. agalactiae. Asam palmitoleat dalam mikroalga sebagai agen antimikroba alami telah menarik perhatian karena mencegah melepaskan infeksi bakteri patogen dan menyediakan nutrisi yang tersedia (Wang et al., 2022). Inovasi dapat menjadi alternatif pengembangan obat untuk mengatasi penyakit streptococcosis.
Ekstraksi asam palmitoleat tidak menimbulkan efek resistensi dan residu pada tubuh ikan. Selain itu, senyawa tersebut mudah diperoleh melalui proses ekstraksi mikroalga T. minus. Spesies tersebut dapat dikultur selama 7 hari, kemudian diperoleh endapan mikroalga yang dapat disaring. Mikroalga ini membutuhkan pencahayaan yang tinggi, sehingga sesuai dengan iklim Indonesia. Pengembangan senyawa antimikroba asam palmitoleat pada T. minus berpotensi sebagai anti inflamasi, anti jamur, dan antioksidan pada ikan. Kelebihan ini telah memberikan efek positif untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan terhadap berbagai macam penyakit tidak hanya streptococcosis.
Pengembangan dan Dukungan Pemerintah
Inovasi ini dapat berkembang apabila mendapat dukungan penuh dari pemerintah, sehingga mendorong para akademisi memperdalam potensi T. minus sebagai agen antimikroba terhadap berbagai macam penyakit yang menyerang ikan air tawar. Inovasi mikroalga sebagai antimikroba masih belum populer di dunia akuakultur. Hal ini menjadi penghalang pengembangan eksplorasi senyawa antimikroba yang terdapat di dalam mikroalga. Jutaan spesies mikroalga di lautan masih menyimpan misteri yang belum terkuak sepenuhnya. Padahal, spesies tersebut dapat menjadi peluang bahan baku obat atau senyawa yang bermanfaat di bidang kosmetik dan kesehatan. Pemerintah harus terbuka menerima semua peluang demi meningkatkan produktivitas ikan air tawar.
Penulis: Aisyah Rizki Syailina (Mahasiswa Prodi Akuakultur)
Editor: Avicena C. Nisa