Periodontitis merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang prevalensinya masih tinggi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi penduduk Indonesia yang mempunyai masalah penyakit periodontal bervariasi sesuai usia, yaitu antara 66% sampai dengan 77,8%. Yang menarik dari hasil Riskesdas tersebut adalah 67,8% penduduk usia muda antara 15 sampai dengan 24 tahun telah menderita periodontitis.
Periodontitis merupakan penyakit keradangan yang disebabkan oleh mikro organisme yang menyerang jaringan penyangga gigi, meliputi gingiva, jaringan periodontal, dan tulang rahang, dan merupakan penyebab utama tanggalnya gigi. Salah satu bentuk periodontitis adalah periodontitis agresif. Berbeda dengan periodontitis kronis yang proses keradangannya berjalan lambat dan menyerang pasien yang lebih tua, periodontitis agresif ditandaidengan proses keradangan yang cepat disertai kerusakan yang parah dan biasanya menyerang pasien usia muda. Secara klinis, keadaan rongga mulutpasien periodontitis agresif biasanya tampak bersih, tidak terdapat karang gigi dalam jumlah besar, bahkan tanpa ada tanda inflamasi, tetapi proses terjadinya kehilangan perlekatan gingiva dan terbukanya gingiva tiga sampai empat kali lebih cepat daripada periodontitis kronis.
Bakteri yang dianggap sebagai penyebab periodontitis agresif adalah Aggregatibacter actinomycetemcomitans(A. actinomycetemcomitans). Bakteri A. actinomycetem- comitans memproduksi berbagai faktor virulensi yang dapat berkontribusi terhadap proses terjadinya periodontitis. Dengan adanya faktor virulensi tersebut, bakteri A. actinomycetemcomitans dapat merangsang disintesisnya mediator keradangan sehingga menimbulkan keradangan pada jaringan penyangga gigi dan terjadi periodontitis.
Selama ini, perawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi periodontitis agresif berupa terapi bedah, non bedah, maupun kombinasi keduanya. Obat antiinflamasi non steroid dapat menghambat penyakit periodontal, akan tetapi terapi menggunakan obat antiinflamasi non steroidmemiliki banyak efek samping yang dapat timbul pada penggunaannya. Oleh sebab itu perlu dikembangkan suatu obat antiinflamasi alami yang diharapkan dapat meminimalkan efek samping yang terjadi.
Indonesia sebagai negara tropis kaya akan berbagai macam tanaman, termasuk tanaman herbal. Salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah tanaman ungu, merupakan tanaman perdu atau pohon kecil, dengan tinggi 1,5-3 m dan batang berkayu. Berbagai kandungan pada tanaman ungu ini bermanfaat untuk digunakan sebagai tanaman obat terlebih pada bagian daunnya, yang mana sering kali di gunakan sebagai antiinflamasi, obat wasir, mengurangi pembentukan plak gigi, obat luka bakar, mengurangi kadar gula darah, dan beberapa pengobatan lainnya. Kandungan senyawa aktif yang terdapat pada daun ungu adalah senyawa kimia yaitu flavonoid, steroid, tannin, coumarin, saponin, anthtraquinones, fenol, dan gulayang bermanfaat  sebagai antiinflamasi dan antioksidan.
Untuk membuktikan potensi daun ungu dalam mengurangi inflamasi pada periodontitis, dilakukan penelitian menggunakan gel ekstrak daun Ungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff.) dengan konsentrasi 7,5%, 15%, dan 30% yang diberikan pada tikus Wistar  (Rattus norvegicus) yang dibuat periodontitis agresif akibat pemberian bakteri A. actinomycetemcomitans. Gel ekstrak daun Ungu diberikan pada tikus periodontits selama 3 hari secara topikal pada tempat yang mengalami periodontitis. Setelah pemberian gel ekstrak daun Ungu, selanjutnya dilakukan penghitungan makrofag yang diambil dari gingiva tikus. Pada penelitian ini dilakukan penghitungan jumlah makrofag yang merupakan parameter inflamasi kronis seperti yang terjadi pada periodontitis, bertujuan untuk mengetahui dampak pemberian gel ekstrak daun Ungu terhadap inflamasi pada tikus dengan periodontitis.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian gel ekstrak daun Ungu dengan konsentrasi 7,5%, 15%, dan 30% selama 3 hari terbukti dapat menurunkan jumlah sel makrofag secara bermakna. Dari ketiga konsentrasi tersebut, gel ekstrak daun Ungukonsentrasi 7,5% meskipun telahdapat menurunkan jumlah makrofag tetapi belum mencapai jumlah normal. Pemberian gel ekstrak daun Ungu konsentrasi 15% dan 30% sudah cukup untuk menurunkan jumlah sel makrofag sesuai sel jumlah radang pada kondisi normal. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada pemberian gel ekstrak daun Ungu dengan konsentrasi 15% dan 30%, namun konsentrasi 30% memberikan hasil yang paling mendekati normal. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian gel ekstrak daun Ungu dengan dosis 7,5%, 15%, dan 30% selama 3 hari dapat menurunkan jumlah makrofag sebagai parameter inflamasi pada tikus Wistar yang dibuat periodontitis agresif.
Penulis: Dr. Indeswati Diyatri, drg., M.S.
Informasi detail dari penelitian kami dapat dilihat di: Indeswati Diyatri, Tuti Kusumaningsih, Tantiana, Agung Ridwan Hidayanto (2020). Analysis of the Expression of Macrophage among Periodontitis Rat Model after Treatment with Graptophyllum Pictum (L.) Griff. Leaves Extract Gel.
Mal J Med Health Sci 16(SUPP4): 92-96, July 2020
https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/2020070611263718_MJMHS_0162.pdf