Rumput laut merupakan komoditas hasil perikanan yang produksinya terus ditingkatkan. Produksi rumput laut nasional tiap tahunnya rata-rata tumbuh sebesar 11,8 %, dimana pada tahun 2017 mencapai 10,8 juta ton. Rumput laut yang banyak dibudidayakan di Indonesia merupakan rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii. Pada sekitar tahun 2010an sampai saat ini, Indonesia menduduki produsen bahan mentah Kappaphycus alvarezii tertinggi di dunia mengalahkan pendahulunya negara Filipina.
Peningkatan produksi ini dikarenakan adanya permintaan oleh industri. Kappaphycus alvarezii banyak diburu oleh industri karena mengandung bahan yang dinamakan karaginan. Pada tahun 2013, menurut Kemenperin produksi karaginan mencapai 12,5 juta ton dan terus meningkat tiap tahunnya. Kami mengangkat riset yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaat Kappaphycus alvarezii karena kami melihat banyak aspek dari hulu sampai hilir masih belum diungkap dan digali secara komprehensif.
Potensi limbah karaginan yang melimpah
Semakin banyaknya industri pengolahan rumput laut, maka kami memprediksikan semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Menurut data dilapang dari rumput laut Kappaphycus alvarezii mampu menghasilkan maksimal hanya 36% karaginan dan sekitar sisanya 64 % bahan limbah yang masih kaya akan selulosa. Kebanyakan para pelaku industri masih jarang melakukan pemanfaatan dalam mengolah limbah karaginan tersebut. Adapun pemanfaatan limbah rumput laut terbilang masih cukup terbatas.
Mengingat negara Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi gempa yang cukup tinggi, kami beranggapan bahwa kebutuhan bahan bangunan yang berkualitas tahan gempa akan meningkat kedepannya. Berdasarkan peluang tersebut kami berfikir salah satu terobosan yang bisa digunakan dalam pemanfaatan limbah rumput laut ini adalah bata ringan. Bata ringan merupakan suatu bata beton yang ringan namun juga kokoh.
Konsep pemanfaatan limbah ini adalah limbah karaginan ini menjadi substitusi pasir. Hipotesa kami karena kadar selulosa pada limbah rumput laut cukup tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya ikatan lebih kuat antara komponen penyusun bata ringan dan memiliki keunggulan lebih ringan. Bata ringan limbah padat K. alvarezii ini sangat sesuai digunakan di wilayah Indonesia.
Konsep pemanfaatan limbah ini adalah limbah karaginan ini diharapkan dapat menjadi substitusi pasir. Karena adanya ikatan yang lebih kuat serta lebih ringan baik anatar pasir dengan limbah karaginan ataupun anatar limbah karagianan itu sendiri, hal tersebut memungkinkan pemanfaatan limbah padat sebagai bata ringan ini dapat dijadikan bahan material bangunan tahan gempa.
Metode Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan (0%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%) dan 4 kali ulangan. Setiap perlakuan akan mensubstitusi bahan pasir yang merupakan bahan utama pada pembuatan bata ringan. Sebagai parameter kualitas dan formulasi penyusun bata ringan sehingga diketahui berapa kekuatan bata ringan untuk dijadikan material bangunan tahan gempa, dilakukan uji kuat tekan, kuat lentur serta daya serap air.
Hasil penelitian yang kami dapat,
substitusi pasir dengan limbah karaginan sebanyak 60% menunjukkan daya tekan
yang terbaik yaitu 1.15 MPa, gaya lentur terbaik pada 5.37 MPa dan absorbs terhadap
air berkisar 62.25%. Daya tekan merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan
bata ringan mendapat tekanan tumpukan dari bata lainnya secara vertical dan
komulatif. Bata ringan yang terletak pada bagian bawah tentunya akan
mendapatkan tekanan yang lebih tinggi. Sehingga kuat tekan bata ringan harus
menggambarkan kuat tekan yang setara dimiliki standar kekuatan bata ringan yang
terletak dibagian bawah bangunan.
Parameter daya lentur merupakan parameter yang menggambarkan daya yang dimiliki bata ringan terhadap kekuatan/goncangan yang terjadi semisal goncangan ari gempa atau benda berbohot besar yang bisa menimbulkan goncangan. Parameter kualitas bata ringan yang terbuat dari substitusi limbah karaginan telah kami bandingkan dengan bata ringan komersial dengan hasil bata ringan dari hasil penelitian sama dengan kualitas yang disarankan oleh Standard Nasional Indonesia (SNI).
Dari hasil tersebut kami misa menimpulkan bahwa limbah karaginan dapat mensubstitusi pasir sebanyak 60%. Produk yang kami kembangkan memiliki potensi besar untuk dikomersialkan dan dipromosikan sebagai bata ringan yang tahan akan goncangan gempa. Bata ringan ini diharapkan menjadi terobosan baru untuk mengatasi permasalahan limbah karaginan serta dapat dimanfaatkan menjadi material bangunan tahan gempa. (*)
Penulis : Annur Ahadi Abdillah
Informasi detai mengenai penelitian ini dapat diakses melalui tautan :
https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/441/1/012028