UNAIR NEWS – International Conference and Dialogue on Japanese Occupation and Indonesian Revolution resmi memukul gong pada Selasa (24/5/2022). Gelaran milik Program studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) tersebut mendatangkan pemateri utama dari Belanda, Jepang, dan Indonesia.
Dalam gelaran hybrid tersebut, Prof Dr Bambang Purwanto MA dari Universitas Gadjah Mada hadir sebagai perwakilan keynote speaker dari Indonesia. Ia membawakan presentasi bertajuk The Legacy of Japanese in Indonesia Historiography.
Melalui judul itu, Prof Bambang mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan naratif dan perspektif antara Indonesia, Belanda, dan Jepang terkait era revolusi kemerdekaan Indonesia.
Bagi Indonesia, pendudukan Jepang dianggap lebih buruk daripada penjajahan Belanda selama tiga abad. Selain itu, transisi pendudukan dari Belanda ke Jepang juga diyakini tidak berdampak pada kemerdekaan Indonesia, sehingga narasi nasional pun menolak anggapan kemerdekaan Indonesia adalah pemberian Jepang.
“Sementara dari perspektif Belanda, agresi yang mereka lakukan dipandang legal karena Indonesia dianggap masih wilayah koloni Belanda. Sehingga, kemerdekaan Indonesia pun dianggap pemberian dari Jepang,” jelasnya.
Perbedaan perspektif tersebut seringkali menimbulkan perdebatan. Namun Prof Bambang menekankan bahwa sejatinya terdapat legacy yang harus dipahami dalam era tersebut. Ia meyakini bahwa periode pendudukan Jepang berkontribusi pada terpupuknya nasionalisme dan upaya pencapaian kemerdekaan.
“Pondasi negara Indonesia pun telah disiapkan pada era kependudukan Jepang sekitar tahun 1942-1945,” imbuhnya dalam gelaran bertajuk Forgotten Groups: A Chain in Voices itu.
Untuk itu, Prof Bambang mempromosikan dekonstruksi historiografi yang menjadi pendekatan baru untuk merekonstruksi posisi Jepang dalam historiografi Indonesia. Eksistensi Jepang di Indonesia tidak terbatas pada periode 1942-1945, sehingga harus ada perluasan interelasi antara kedua negara dalam proses sejarah.
Selain Prof Bambang, FIB UNAIR juga mendatangkan dua keynote speaker lain dari Belanda dan Jepang. Mereka adalah Prof Fridus Steijlen dari Vrije Universiteit Belanda serta Aiko Kurosawa dari Keio University Jepang. Selain itu, sembilan plenary speakers dari berbagai instansi juga hadir untuk mempresentasikan materi mereka.
Konferensi hasil kolaborasi dengan yayasan dialog Stichting NJI (Nederland-Japan-Indonesie) tersebut akan berjalan hingga Rabu (25/5/2022) dengan berfokus pada sesi dialog. Konferensi internasional itu pun memfasilitasi dialog akademis terkait era pendudukan Jepang, Belanda, dan dampaknya bagi revolusi Indonesia. Dalam momen pembuka, gelaran tersebut dihadiri 200 peserta secara daring. (*)
Penulis: Intang Arifia
Editor: Feri Fenoria