UNAIR NEWS – Gelaran 7th International Conference and PhD Colloquium for Economic and Business (ICEB) secara resmi berlangsung pada Rabu (4/9/2023) di Aula Fajar, Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Kampus Dharmawangsa-B, Universitas Airlangga (UNAIR). Tercatat sejumlah akademisi dari beberapa negara turut menghadiri acara ini. Konferensi mengusung tema Sustainability and Digital Transformation in Global Vulnerability.
Prof Grantley Taylor asal Curtin University, Australia hadir sebagai pembicara pada sesi kali ini. Ia membawakan tema China’s Emissions Trading scheme and Digital Transformation. Professor asal Australia tersebut mengawali presentasi dengan memaparkan data soal entitas beberapa negara yang telah mendigitalkan sistem mereka dalam memenuhi kebutuhan energi bersih. Hal ini terbukti dengan penurunan emisi karbon dioksida per kapita dalam kurun waktu 20 tahun terakhir.
Tiga Perspektif dalam Proses Digitalisasi
Lebih lanjut, Prof Grantley juga menekankan tiga perspektif penting dalam proses digitalisasi. Pertama, inovasi teknologi baru untuk mengurangi emisi karbon dioksida. Kedua, pengembangan platform keuangan digital untuk proses dagang karbon berdasarkan harga saham atau kontrak lainnya. Terakhir, pemberlakuan Minimal Residual Disease (MRD) atau pemantauan, pelaporan, dan verifikasi data emisi karbon dioksida.
“Hal ini bisa menjadi sangat kompleks dan sangat penting untuk memastikan bahwa terdapat data yang nyata dan valid serta bahwa semua biro dan departemen yang mengontrol proses verifikasi dan pelaporan memiliki akses terhadap data tersebut dan dapat melaporkannya dengan cara yang benar dan efektif,” gagas Prof Grantley.
Prof Grantley juga mengungkapkan bahwa Emissions Trading Scheme (ETS) awalnya hanya berfokus pada batubara, pembangkit listrik, dan industri di Tiongkok.
“Hal itu mencakup sekitar 2.200 entitas pada awalnya. Tujuannya adalah untuk beralih ke industri petrokimia dan penerbangan serta industri berat terkait di tahun-tahun mendatang. Namun saat ini belum ada batas waktu spesifik mengenai hal tersebut,” papar Prof asal Curtin University itu.
Usaha Berskala Besar
Dari sudut pandang umum, kata Prof Grantley, digitalisasi adalah usaha berskala besar. Sehingga, perlu tunjangan kepada industri berdasarkan rangkaian emisi yang terverifikasi.
Dalam hal pemantauan aktual, Prof Grantley mengungkapkan bahwa diperlukan sistem data dan informasi yang kuat untuk memastikan bahwa pemerintah dan regulator mengetahui siapa penghasil emisi, jumlah kuantum emisi karbondioksida, tunjangan yang dialokasikan, dan kesenjangan antara emisi yang diverifikasi dan tunjangan.
“Kemudian, dalam hal pelaporan sejenis infrastruktur digital diperlukan untuk memastikan tenggat waktu pelaporan. Menariknya, ETS China memiliki lembaga verifikasi untuk memverifikasi keakuratan data dan terdapat elemen kode yang memiliki studi pajak,” tuturnya.
Menurut Prof Grantley digitalisasi sangat penting dalam pembentukan dan pengembangan ETS Tiongkok. “Pada akhirnya data dan informasi ETS yang diperiksa oleh berbagai departemen dan lembaga pemerintah di seluruh provinsi telah benar-benar mendorong digitalisasi tersebut. Melalui verifikasi pelaporan pemantauan, hal ini mampu menghasilkan beberapa inovasi yang dapat mengurangi emisi karbon dioksida,” tutupnya. (*)
Penulis: Aidatul Fitriyah
Editor: Binti Q Masruroh