UNAIR NEWS – Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) kedatangan sosok yang cukup berpengaruh di Belanda. Ia adalah Prof Wim Van Den Doel selaku Dean of the LDE Unversities alliance and professor of Contemporary History. Kali ini, Prof Wim mengisi kuliah tamu bertajuk ‘Snouck Hourgronje: Life and Times of A Prominent Colonial Scholar’ di Ruang Sri Wijaya, Gedung ASEEC Tower, Kampus Dharmawangsa-B UNAIR pada Senin (7/5/2023).
Sebagai akademisi Leiden University, Prof Wim Van menjelaskan tentang biografi Christian Snouck Hourgronje. Ia mengungkapkan bahwa Hourgronje memiliki perjalanan hidup yang penuh kontroversial dan merupakan seorang orientalis yang mendedikasikan hidupnya dalam mempelajari budaya benua Timur.
Menurut Prof Wim Van hal ini menarik untuk dikaji karena budaya oriental masih sangat tabu untuk dipahami orang Barat. “Hal ini disebabkan oleh adanya rasa superior dari bangsa Barat terhadap budaya Timur yang juga memperparah stigma orang Eropa terhadap budaya oriental,” ujarnya.
“Perasaan superior itu berakar dari menguatnya kolonialisme kolonialisme bangsa Barat dalam menjajah bangsa Timur. Sehingga bangsa Timur dianggap sebagai subjek yang harus ditaklukan,” ucapnya.
Patahkan Stigma
Selanjutnya, ia juga menyampaikan bahwa Hourgronje berusaha mematahkan stigma tersebut di tengah kolaborasinya dengan pemerintah Belanda. Sehingga, ia dianggap sebagai penghianat oleh para sejarawan di zaman itu.
Prof Wim van juga menyampaikan pujiannya terhadap kepandaian yang Hourgronje miliki. “Snouck adalah mahasiswa yang memiliki analisa kritis yang tajam. Snouck mampu menganalisis alkitab dengan objektif bahkan mengkritisi beberapa penyimpangan yang masih gereja lakukan. Sebenarnya, sejak aktif menjadi mahasiswa teologi Kristen, beliau sudah memiliki ketertarikan dengan budaya oriental,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia meng-highlight wejangandari Hourgronje terhadap pemerintah kolonial Belanda. “Snouck mengkritisi pemerintah Belanda untuk mengubah sikap inkonsisten pemerintah terhadap permasalahan agama di masyarakat. Salah satunya adalah dengan memperlakukan masyarakat Islam di Nusantra dengan tiga perlakuan berbeda tergantung pengelompokannya, yakni ibadah, sosial-masyarakat, dan politik,” pungkas profesor asal Belanda itu.
Prof Wim van juga menjelaskan latar belakang keluarga Snouck Hourgronje. Menurutnya, Hourgronje menikah sebanyak empat kali dengan wanita asal Jeddah, putri pangeran Ciamis, putri dari Plaatsvervanger-penghulu (Deputi General) di Bandung, dan terakhir dengan putri pendeta Zupthan.
Pada akhir materi, Prof Wim van menyampaikan bahwa peninggalan Snouck Hourgronje cukup berpengaruh terhadap historiografi Indonesia saat ini. “Dengan kontribusinya terhadap orientalis dan sosial budaya Hindia Belanda saat itu. Beliau mampu memotret dan menganalisis kondisi riil masyarakat. Pengetahuan yang beliau wariskan inilah yang bisa menjadi fondasi penelitian bagi sejarawan di masa selanjutnya,” tuturnya.
Dari pemaparan kuliah tamu itu, Prof Wim Van bersikap netral terhadap apa yang dilakukan oleh Snouck Hourgronje. Menurutnya, Hourgronje bukan merupakan tokoh yang jahat ataupun baik. Maka, ia berharap para peserta kuliah tamu berhak menilai dan mengkritisi dari sudut pandang masing-masing. (*)
Penulis: Aidatul Fitriyah
Editor: Binti Q Masruroh