UNAIR NEWS – Isu keamanan nasional tak hanya berkutat masalah bela negara, tetapi juga ideologis. Merespon masalah itu, tema ‘National Security and Assymetric War’ diangkat dalam Diskusi Reboan, Rabu (8/6). Sejumlah mahasiswa, dosen, dan tamu undangan antusias untuk hadir dan memenuhi Ruang Adi Sukadana, Gedung A, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.
Diskusi reboan ini dihadiri oleh tiga pembicara, yakni Triyoga Budi Prasetyo dari Universitas Pertahanan Indonesia, Joko Susanto, MSc, selaku staf pengajar pada Departemen Hubungan Internasional FISIP UNAIR, dan Khairul Fahmi dari Institute for Security and Strategic Studies. Diskusi dimoderatori oleh Bustomi yang merupakan alumnus FISIP UNAIR.
Menurut Triyoga, isu keamanan nasional kini tak hanya berkutat pada kekuatan ekonomi, militer, dan politik. Ada elemen-elemen lainnya yang tak kalah penting, yaitu keamanan informasi, energi, perbatasan, geostrategis, cyber, lingkungan, etnis, pangan, kesehatan, dan sumber daya.
“Saat ini keamanan nasional tidak hanya seputar territorial dan militer semata, namun terkait pula keamanan masyarakat, pengembangan manusia dan keamanan sosial ekonomi dan politik,” tandas Triyoga.
Sementara itu, Joko memaparkan dinamika perang yang pernah terjadi di berbagai kawasan. Kini, perang tak lagi bersifat destruktif, tetapi merambah ke ranah ideologis. Perang ini merujuk pada konflik antara dua negara yang melibatkan proxy alias kaki tangan. Perang proxy perlu disikapi dengan strategi yang berbeda, dan perlu diperhatikan serta diwaspadai karena mengganggu integrasi nasional.
“Waspada ancaman perang proxy, perlu adanya justifikasi rasional dan kuat. Ketika menerima informasi jangan hanya berdasarkan kata siapa dan sumber yang tidak jelas,” ujar pengajar HI FISIP UNAIR.
Selama ini, ancaman-ancaman skala besar direspon melalui cara-cara militer. Begitu pula dengan sekuritisasi yang sangat dimaknai sebagai suatu terminologi ala militer, seperti isu bela negara. Sekuritisasi seharusnya dapat dikuatkan dari sektor masyarakat.
Maraknya paham radikalisme yang masuk ke Indonesia seharusnya menjadi tanggung jawab kementerian yang membidangi urusan pendidikan. Selanjutnya, kementerian informasi berperan dalam mengawasi paham radikalisme yang bertebaran di media. (*)
Penulis: Ahalla Tsauro
Editor: Defrina Sukma S.