UNAIR NEWS – Rencana proyek reklamasi di pesisir timur Surabaya menuai aksi penolakan dari berbagai pihak. Penolakan paling masif datang dari kalangan warga pesisir yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Mereka khawatir bahwa proyek reklamasi tersebut akan merusak ekosistem laut yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan mereka.
Terkait hal tersebut, dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Eng Sapto Andriyono SPi MT memberikan penjelasannya. Ia merupakan seorang dosen yang ahli dalam bidang Biologi Kelautan, Akuakultur, dan Ekologi Molekuler.
Efek Domino Reklamasi
Sapto yakin bahwa proyek reklamasi memiliki dampak ekologis. Alat berat dan material reklamasi pasti menyebabkan kekeruhan. Hal tersebut berdampak pada kehidupan biota laut, termasuk hilangnya ikan dari pesisir. Kekeruhan yang meningkat akan mengganggu habitat alami ikan. Akibatnya, terjadi penurunan hasil tangkapan nelayan di sekitar pesisir.
“Saat reklamasi terjadi, efeknya adalah timbul kekeruhan. Alat berat, material, pengeboran, dan lain-lain menyebabkan perairan keruh. Ikan-ikan akan pindah dan mungkin tangkapan nelayan berkurang,” ujarnya
Secara lebih luas, Sapto menjelaskan bahwa laut merupakan perairan yang tanpa batas. Ekosistem laut saling terhubung. Perubahan pada suatu bagian akan berpengaruh secara keseluruhan di daerah sekitar. Dengan demikian, dampak kekeruhan dan gangguan yang terjadi di satu pesisir dapat menyebar ke perairan sekitar.
“Dalam konteks ini, kita tidak bisa membahas Surabaya saja. Laut itu borderless, tidak terbatas pada satu kawasan. Jadi, efeknya bisa sampai ke Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, dan seterusnya,” terang Sapto.
Meskipun demikian, Sapto tidak menyangkal bahwa proyek reklamasi memiliki potensi pemberdayaan. “Jika memang proyek reklamasi ini bertujuan untuk memperkuat perekonomian dan mengembangkan kota metropolitan, pemerintah harus mengusahakannya.”
Usulan Solusi
Sapto menekankan pentingnya peran Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam proyek reklamasi Surabaya. Menurutnya, AMDAL merupakan alat yang krusial untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi dampak lingkungan dari proyek reklamasi. Ia juga menambahkan bahwa proses AMDAL perlu melibatkan konsultasi publik untuk mempertimbangkan kekhawatiran masyarakat lokal.
“AMDAL ini sangat penting untuk mengetahui dampak-dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat reklamasi. Jadi, sebelum membangun reklamasi, AMDAL ini harus benar-benar matang terlebih dahulu,” ungkap Sapto penuh penekanan.
Selain itu, Sapto juga memberi beberapa masukan terkait dampak sosial dan ekonomi yang mungkin terjadi akibat proyek reklamasi. Menurutnya, pemerintah harus aktif memberikan dukungan dan pendampingan terhadap warga pesisir. Pendampingan tersebut dapat berupa pelatihan atau kebijakan yang mampu mewadahi warga jika terjadi pergeseran mata pencaharian.
“Mata pencaharian warga sekitar mungkin akan bergeser, misalnya bukan lagi menangkap, tetapi berfokus pada pengolahannya. Ini membutuhkan peran pemerintah untuk menyediakan dukungan dan pendampingan intensif bagi warga,” usulnya.
Menurut Sapto, Surabaya dapat menjadi kota besar dan tetap memiliki kearifan lokal. Ikan asap Kenjeran misalnya. Pemerintah, warga, dan berbagai pihak dapat bersinergi untuk meningkatkan branding tersebut. Upaya tersebut tidak hanya akan membantu masyarakat dalam beradaptasi dengan perubahan, tetapi juga memperkuat kearifan lokal dan identitas daerah.
“Kemudian jika ditanya ikannya dari mana karena hasil tangkapan berkurang, inilah peran pemerintah. Pemerintah dapat bersinergi dengan berbagai pihak untuk memenuhi suplai kebutuhan warga. Misalnya, upaya memaksimalkan lahan untuk digunakan sebagai kolam budidaya ikan,” paparnya.
Di sisi lain, Sapto berharap proyek reklamasi Surabaya tidak melenceng dari konsep keberlanjutan. Ia menekankan pentingnya pertimbangan dampak lingkungan jangka panjang dan kebermanfaatannya bagi masyarakat. Terlebih lagi proyek ini masuk sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga harus memberi manfaat bagi masyarakat luas.
Secara lebih lanjut, ia mengharapkan kolaborasi dari berbagai pihak untuk menyukseskan proyek tersebut, termasuk dari pihak akademisi. Menurutnya, UNAIR siap untuk terlibat, mulai dari proses AMDAL hingga evaluasi.
Penulis: Elsa Hertria Putri
Editor: Khefti Al Mawalia