Judul diatas kejadiannya bukan di Indonesia, melainkan di Gaza Palestina dimana pertempuran antara tentara Israel dan pejuang Hamas masih berlangsung.
Tentara Israel telah membunuh 94 profesor universitas, bersama dengan ratusan guru dan ribuan siswa, sebagai bagian dari perang genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023. Euro-Med Human Rights Monitor mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan baru-baru ini. Menurut Euro-Med Monitor, tentara Israel telah menargetkan tokoh-tokoh akademis, ilmiah, dan intelektual di Jalur Gaza dalam serangan udara yang disengaja dan spesifik di rumah mereka tanpa pemberitahuan sebelumnya. Mereka yang ditargetkan telah hancur sampai mati di bawah reruntuhan, bersama dengan anggota keluarga mereka dan keluarga pengungsi lainnya. Data awal menunjukkan bahwa tidak ada pembenaran atau alasan yang jelas di balik penargetan orang-orang ini, kata organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Jenewa itu.
Israel dalam melakukan pembunuhan masal atau genosida atas warga Palestina tidak hanya meratakan seluruh gedung, masjid, gereja, rumah kediaman, rumah sakit, menembaki sampai mati ibu-ibu hamil dll. Namun, mereka juga menargetkan lembaga pendidikan dan kaum intelektual Palestina untuk dilenyapkan. Nampaknya Israel faham bahwa lembaga pendidikan adalah lembaga yang vital dalam menghasilkan kaum cerdik pandai yang akan memberikan arah perjuangan bangsa Palestina. Berbagai media internasional memberitakan dari Gaza, Israel telah meledakkan Universitas Israa di selatan Kota Gaza minggu kedua bulan Januari 2024 ini. Menurut sebuah posting di halaman Facebook sekolah, pasukan Israel telah merebut kampus beberapa bulan yang lalu dan telah mengubahnya menjadi pangkalan militer di mana Israel menginterogasi orang-orang Palestina yang ditahan.
Euro-Med Human Rights Monitor yang berpusat di Jenewa Swiss melaporkan bahwa mereka yang ditargetkan untuk dibunuh termasuk 17 orang yang memegang gelar profesor, 59 yang memegang gelar doktor, dan 18 yang memegang gelar master, kata kelompok hak asasi itu. Karena tantangan dengan dokumentasi yang disebabkan oleh kesulitan gerakan, gangguan komunikasi dan Internet, dan keberadaan ribuan individu yang belum ditemukan / hilang. Perkiraan Euro-Med Monitor menunjukkan bahwa ada jumlah tambahan akademisi yang ditargetkan, termasuk mereka yang memiliki gelar lanjutan, yang kematiannya belum dihitung.
Para akademisi yang ditargetkan belajar dan mengajar di berbagai disiplin ilmu, dan banyak dari ide-ide mereka berfungsi sebagai landasan penelitian akademis di universitas-universitas Jalur Gaza. Kelompok hak asasi manusia menambahkan bahwa mengingat penghancuran sistematis dan meluas oleh pasukan Israel terhadap bangunan budaya, termasuk lembaga-lembaga yang memiliki signifikansi sejarah yang besar, sangat mungkin bahwa Israel sengaja menargetkan setiap aspek kehidupan di Gaza.
Israel secara sistematis menghancurkan setiap universitas di Jalur Gaza secara bertahap selama serangan lebih dari 100 hari. Tahap pertama termasuk pemboman universitas Islam dan Al-Azhar. Universitas-universitas lain mengalami serangan serupa; beberapa, seperti Universitas Al-Israa di Gaza selatan, hancur total setelah awalnya digunakan sebagai barak militer. Media Israel merilis klip video pada hari Rabu 17 Januari 2024, Menurut perkiraan awal, serangan Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza telah mengakibatkan kematian ratusan mahasiswa, lapor Euro-Med Monitor. Kelompok hak asasi manusia menunjukkan bahwa menghancurkan universitas dan membunuh akademisi dan mahasiswa akan membuat lebih sulit untuk melanjutkan kehidupan universitas dan akademik ketika genosida berakhir, mengatakan mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun untuk studi dilanjutkan di lingkungan yang telah hancur total.
Menurut Kementerian Pendidikan Palestina, 4.327 siswa telah tewas dan 7.819 lainnya terluka, sementara 231 guru dan administrator telah tewas dan 756 terluka selama serangan yang sedang berlangsung. Sementara itu, 281 sekolah negeri dan 65 sekolah yang dikelola UNRWA di Jalur Gaza telah hancur total atau sebagian. Sembilan puluh persen sekolah negeri telah mengalami kerusakan langsung atau tidak langsung, dan sekitar 29% bangunan sekolah tetap tidak berfungsi karena dihancurkan sepenuhnya atau rusak parah. Ada 133 sekolah lain yang digunakan sebagai pusat penampungan di Jalur Gaza.
Penghancuran Israel yang meluas dan disengaja terhadap properti budaya dan sejarah Palestina, termasuk universitas, sekolah, perpustakaan, dan arsip, menunjukkan kebijakannya yang jelas membuat Jalur Gaza tidak dapat dihuni, Euro-Med Monitor memperingatkan. Serangan itu menciptakan lingkungan tanpa layanan dan kebutuhan dasar dan pada akhirnya dapat memaksa penduduk Jalur Gaza untuk beremigrasi. Euro-Med Human Rights Monitor menekankan bahwa penargetan benda-benda sipil oleh angkatan bersenjata, terutama yang merupakan artefak sejarah atau budaya yang dilindungi oleh undang-undang khusus, bukan hanya pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional dan kejahatan perang di bawah Statuta Roma Pengadilan Pidana Internasional, tetapi berada di bawah lingkup kejahatan genosida.
Pada tahun 1948 ketika Israel mengusir ribuan warga Palestina keluar dari negaranya, para tentara Israel itu diperintahkan untuk masuk rumah-rumah warga Palestina dan menyita buku-buku yang ada dalam rumah itu. Intelijen Israel akhirnya mampu menganalisa tingkat intelektual warga Palestina, buku-buku apa yang dibaca, topik-topik apa yang menarik dari buku-buku tersebut, sampai seberapa jauh tingkat pengetahuan warga Palestina dsb.
Israel faham kalau warga Palestina banyak orang cerdik pandai, maka akan sulit menguasai Palestina, karena itu lembaga pendidikan tinggi beserta guru-guru besar, dosen, mahasiswa nya harus dilenyapkan.